Selasa, 06 Mei 2014

Derita Bujang Yadi

Bujang adalah panggilan pemuda bagi orang ketapang. Bang Yadi adalah peserta kegiatan hunting belibis bareng di areal tambak bang amir 3-4 mei yang lalu.

Sayangnya penenteng senapan FR besutan mbah bejo ini tertimpa aneka kesialan yang menjadi bahan ledekan rekan-rekan peserta hunting.

Saat berangkat bujang yadi sudah tertimpa masalah. Ia tak bisa berangkat bersama rombongan karena istrinya sakit. Walhasil ia harus berangkat malam hari menyusuri jalan berbatu, menyebrangi sungai menggunakan ferry serta menyusuri hutan nipah yang gelap pekat menggunakan perahu motor kecil selebar hanya 50 cm. Namun, karena kegigihannya akhirnya bujang yadi bersama daeng tab sampai juga di camp bang Amir. sekitar pukul 10 malam!

Sungguh hanya orang yang nekad saja berani menyusuri hutan nipah dimalam yang pekat itu.

Saat ia datang kami menyambutnya dengan gembira. Tapi wajahnya tak segembira wajah kami. Setelah rehat sejenak iapun bercerita bahwa ia bertemu dengan buaya di muara sungai saat menyusuri sungai itu menggunakan perahu motor. Dengan logat melayu yang kental ia bercerita bahwa ia melihat sepasang mata merah di permukaan air. Ia hanya bisa meringkuk diam dengan perasaan tak karuan.

Namun, sepasang mata milik buaya muara yang ganas itu hanya diam saja tak begerak. Begitu verita bujang yadi.

Setelah melewati buaya itu, ia bertemu lagi dengan cahaya yang lebih terang tepat didepan perahunya. Cahaya yang lebih terang pastilah milik buaya yang lebih besar lagi. Ia begitu ketakutan, namun hanya bisa diam membisu.

"Aku tak berani begerak ngeliat barang tu wak, lemah rase lutotku", katanya dengan logat melayunya yang khas.

"Maken dekat aku maken ketakutan. Tapi sial, rupenye cahaye tu bukan buaya, tapi lampu perahu motor punye orang. Sial jak!", sambungya sambil tertawa.

Kamipun yang semula serius mendengarkan ceritanya, akhirnya turut serta tertawa pecah.

Kesialannya tak hanya tak bisa berangkat bareng dan bertemu buaya. Pagi hari saat sesi pertama perburuan dilakukan iapun tertimpa sial lagi. Tak satupun belibis berhasil ia shoot.padahal sudah berjalan berkilo kilo jauhnya, menyusuri areal tambak yang sangat luas.
Lalu ia bercerita tentang kesialannya yang gagal shoot burung kambing. Burung kambing adalah burung bangau yang sangat besar dengan tinggi sekitar satu meter. Ia bercerita mendekati burung itu dengan gaya kamuflase ala filem-filem kartun. Ia memotong dua buah pelepah pohon nipah lalu mengikatkannya ketubuh bagian depannya. Dengan tubuh berdaun nipah itu ia berjalan pelan menuju burung itu. Sesekali ia berhenti untuk mengelabui sang burung persis gaya mickey di film kartun mickeymous yang ingin mendekati tikus. Setelah berjuang cukup lama, iapun bersiap untuk shoot. Namun sial, belum lagi moncong senapan terangkat, burung itu telah melesat pergi meninggalkannya seorang diri.

"Pu****knye jak, baru gak nak nembak dah lari barang tu!" Makinya.

Kamipun tertawa terbahak bahak membayangkan tubuhnya yang masih berselimut pelepah nipah seorang diri berdiri melongok ditengah tambak.

Ia melanjutkan cerita...

"Akhernye aku jumpe biawak, wak. Besaaaak. Hmm tadak agik akhirnye buak ngilangkan kesal kuberi budak tu bekali kali. Kesal aku karena tak bise nembak borong kambeng tu. Kenak kepalanye. Limak belas kali aku nembaknye. Mampus kau!", ceritanya. Kami mendengarkan dengan serius ceritanya itu.

"Biawak tu tekapar wak. Tros aku dekati. Baru gak nak kudatangek, ehhh die begerak agik, tros mandang aku sambel bedeses. Hmm tadak agiklah akupon bedebu lari, wak!" Lanjutnya.

Tawa kami pecah lagi. Kami.membayangkan gaya nya berlari dengan muka yang ketakutan.

Ia melanjutkan cerita,

"Akhirnye kuberi agik barang tu beberape kali. Sampai abes dah gas ku!" Katanya. Lalu bujang yadi berhenti sejenak.

Saya tak sabar mendengarkan ending ceritanya lalu bertanya, "jadi dapat dak biawaknye, bang?" Tanya saya tak sabaran.

"Tadak!" Katanya singkat dan tegas sambil memasang muka bengong.

Kamipun kembali tertawa terbahak bahak. Sial benar naseb bujang yadi.

Sialnya ternyata belum selesai. Saat pulang menuju camp, ia terhenti cukup lama. Ternyata di depannya ada ular sendok warna hitam melintang menghalangi jalannya. Ia tak berani lewat.

"Ngape tadak tak kau rembak jak?", tanya bang amir serius.

"Mane nak nembaknye, mandangye jak aku dah takot!", jawabnya singkat dengan wajah yang selembe.

Pecah lagi tertawa kami. Baru kali ini kami berjumpa seorang pemburu yang biasa keluar masuk hutan, tapi takut dengan seekor ular.

Selesaikah kesialannya? Belum!

Sekitar jam 2 setelah istirahat dan makan siang di kamp milik bang amir, kami turun berburu lagi. Berburu sesi kedua.

Pada perburuan sesi kedua bang amir berhasil melumpuhkan 2 ekor belibis, mbah ripin nambah 3 ekor, bang tab nambah satu ekor. Semua sudah pulang dan tidur-tiduran di kamp bang amir. Tinggalah bujang yadi yang belum kembali. Kami menunggunya dengan sedikit was-was. Menjelang pukul 3 sore dari arah utara bujang yadi muncul. Ia berjalan tertatih-tatih seperti membawa beban berat. Seluruh kawan yang sudah berada di kamp memperkirakan bujang yadi mendapatkan buruan. Kalau melihat berat langkah kakinya kemungkinan dipinggaangnya ada 2 - 3 ekor belibis. Saya menatapnya tak begerak. Ada sesuatu yang agak berat di pinggang kanannya sehingga ia berjalan tertatitatih. Setelah sampai di camp, kamipun menyambutnya. Saya yang dari tadi mengawasinya langsung memandang bagian pinggangnya. Sayangnya dugaan saya meleset. Memang betul ada sesuatu yang berat dipinggang bujang yadi. Tapi itu bukan hasil buruan. Akan tetapi tabung air radiator mobil yang dimodifnya menjadi tempat air minum yang sangat besar. Hahaaa, therlaluuu.

Kamipun bertanya setengah basa-basi saat ia merebahkan tubuhnya dilantai kayu kamp "cemane dapat wak?"

"Dapat ape, leteh jak badan ni. Sebutikpun tadak!", jawabnya singkat.

"Dimane kau nembak tu? Jauh benar nampaknye?" Tanya salah satu rekan kami.

"Jaoh wak!", jawabnya singkat sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan kelelahan.

Seorang rekan yang masih penasaran bertanya kembali ke bujang yadi yang masih tampak kelelahan, "jadi dimane awak, nembak sampai lama benar kembali ke posko tu?"

Bujang yadi menatap rekan yang bertanya itu dengan pandangan agak kesal.

"Jaoh wak...rase nak mampos aku. Sanak tua sebelah sanak ANJING agik!", jawabnya serius setengah kesal.

Rekan-rekan saya tertawa terbahak-bahak.

Saya masih belum nyambung kenapa mereka tertawa. Setelah meminta penjelasan ternyata ada lokasi tambak yang sangat jauh disebelah utara tambak bang amir. Tambak itu dijaga oleh pemiliknya ditemani oleh sekitar 5 ekor anjing galak. Anjing-anjing itu sering menggongong dan menakuti orang-orang asing. Termasuk juga menakuti seluruh rekan yang turut serta berburu pada hari itu. Pantas saja rekan-rekan saya tertawa terbahak-bahak karena ia menyebutkan lokasi tempatnya menembak dengan istilah yang aneh, 'sebelah sanak ANJING', kwkwk.

Nasib sial ternyata menjadi teman akrab bukang yadi disepanjang waktu perburuan. Hahaa ancore.

Berburu Belibis VI: Perlengkapan Berburu

Areal berburu yang luas dan teknik mendekati sasaran yang ekstrem memerlukan perlakuan khusus dalam mempersiapkan perlengkapan berburu. Perlengkapan berburu harus diusahakan seringkas dan seminimalis mungkin agar mudah bergerak. Berikut beberapa tips perlengkapan berburu belibis ala RBH.

1. Baju. Usahakan menggunakan baju dengan warna senada dengan areal berburu atau senada dengan warna tetumbuhan tempat kita menyelinap. Kaos lengan panjang akan lebih baik karena akan melindungi tubuh dari sengatan sinar matahari. Celana sebaiknya celana panjang untuk melindungi kulit dari tumbuhan berduri yang banyak tumbuh ditepian rawa serta melindungi kulik lutut saat merayap. Topi dan sarung tangan akan sangat membantu. Ikat pinggang besar untuk menggantungkan air minum 500cc dan pisau kecil untuk menyembelih dapat dibawa. Hindarkan membawa pisau yang panjang selain tak ada gunanya, pisau yang panjang akan menghambat kelincahan gerak.

2. Perlengkapan pendukung senapan. Untuk melindungi senapan dari goresan saat merayap ada baiknya senapan ditempel kain camo. Membawa tabung pengisian gas mutlak diperlukan untuk menjaga tekanan gas agar optimal. Teleskop sebaiknya gunakan yang agak besar, minimal 32 mm dengan pembesaran minimal 4 x. Tempat mimis dan gantungan hewan buruan juga wajib dibawa. Dan terakhir minyak laras dan kain lap halus juga sangat penting agar senapan dapat langsung dibersihkan dari air dan lumpur seusai berburu.

3. Sepatu. Sepatu bot plastik setinggi betis adalah sepatu standar para pemburu di pontianak. Namun, untuk berburu belibis sepatu tinggi ini tidak disarankan karena akan menyulitkan bergerak diareal tambak yang seringkali tergenang air setinggi lutut. Sepatu bot plastik akan terisi air bercampur lumpur yang menghambat gerakan kita. Sepatu yang disarankan adalah sepatu karet yang biasa dipake oleh nelayan atau buruh bangunan pengaduk semen. Sangat disarankan yang bertali sehingga tak mudah lepas saat kaki kita terbenam ke salam lumpur yang pekat dan lengket.

Perlengkapan lain yang perlu juga diperhatikan adalah minyak gosok untuk mengobati gigitan serangga rawa yang ganas. Serta kantong plastik untuk melindungi rokok, korek api, atau hp dari air.

Berburu Belibis V: 3 Jurus Hunting Belibis

Terdapat berbagai cara menembak belibis. Berdasarkan cara mendekati target berburu belibis dibagi menjadi 3 jurus.

1. Jurus PBB/Pasukan 
Berangberang
Jurus ini dipopulerkan oleh Mbah RIpin, pemilik toko reddot. Jurus Pasukan Berang-berang.
ini adalah tekhnik mendekati sasaran dengan cara yang ekstrem. Mulai dari mengendap, merangkak, tiarap sambil berjalan, berenang, bahkan menyelam. Jika menggunakan jurus ini tidak disarankan membawa perlengkapan yang berat. Tinggalkan peralatan elektronik, rokok atau makanan. Gunakan alas kaki yang tidak mudah putus.
Jurus PBB ini telah terbukti kemanjurannya. Karena hingga hari ini tak ada yang mampu menggeser kesaktian Mbah Ripin yang selalu memegang predikat top scorer setiap kali hunting bersama.

2. Jurus Tanggul Sakti

Jurus Tanggul sakti adalah mendekati sasaran dengan cara menyusuri tepian tanggul dengan cara mengendap sehingga tinggi tubuh tidak melebihi tungginya tanggul. dengan jurus ini hanya bagian tumit dan betis sja yang bakalan terbenam di lumpur. Jurus Tanggul Sakti ini dipopulerkan oleh Bang Amir, seorang master hunting belibis yang dalam 15 menit mampu melumpuhkan 2 ekor belibis.

3. Jurus Nyanggong

Jurus ini adalah jurus yang paling populer. caranya adalah dengan menunggu datangnya kawanan belibis di tempat yang tersembunyi. Bisa dibalik pohon, atau dibalik semak.Dan saat belibis menghampiri lokasi tambak, kita pun harus langsung membidik dan melepaskan tembakan.

Berburu Belibis IV: Power dan Jenis Mimis

Dengan jarak tembak antara 50 -70 meter dan dengan kondisi angin yang besar, power senapan angin kita harus disetel dengan baik. Menurut Bang Amir seorang master of belibis hunting kota pontianak, settingan minimal adalah 40 psi sekali tembak. Sedangkan Mbah Ripin menyarankan antara 60 - 70 psi sekali keluar. Keluaran angin terlalu besar juga kurang menguntungkan karena angin akan sangat boros. 

Laras yang digunakan minimal 40 cm. Namun rata-rata master hunter belibis menggunakan laras antara 55 - 65 cm. Menurut teori, semakin panjang laras semakin jauh lontaran peluru. Alur laras tidak terlalu berpengaruh, walaupun menurut pengalaman mbah ripin daya rusak laras beralur 6-8 lebih hebat dibandingkan laras beralur 12.

Berdasarkan pengalaman saya yang baru sekali berburu belibis, senapan dengan tabung besar lebih menguntungkan untuk berburu belibis. Misalnya senapan botol kecap. Dengan senapan ini volume gas lebih banyak sehingga kita tidak perlu khawatir kehabisan tekanan gas. Berkurangnya tekanan gas akan menggangu akurasi senapan. Namun, dengan volume tabung yang besar berkurangnya tekanan gas akan dapat sedikit diminimalisir. 

Saya mengalami masalah kehabisan tekanan gas saat berburu belibis kemarin. Pada saat saya melihat kawanan belibis pada jarak 100 meter, sayapun berjalan mengendap, merangkak, bahkan merayap. Saya memerlukan waktu lebih dari 15 menit untuk mendekati kawanan belibis itu. Dan karena menerapkan juru berang-berangnya Mbah ripin, saya dapat mendekati sasaran hingga pada jarak yang sangat dekat, sekitar 30 meter. Dengan jarak seperti ini Belibis pastilah akan tersungkur. Namun, sayangnya saat membidik dan menekan triger senapan saya gembos, peluru jatuh beberapa kilan didepan belibis itu. Setelah melihat manometer, ternyata tekanan gas yang tersisa hanya 500 psi. Masalah!

Untuk mimis, menurut saran beberapa kawan gunakanlah yang tidak terlalu berat. Para master hunting kota pontianak biasanya menggunakan baracuda hunter. Mimis ini digunakan karena tidak terlalu berat sehingga mampu lari dalam jarak yang jauh, serta memiliki dayak rusak yang lumayan besar karena bentuk kepalanya yang tajam pada bagian tepi.  

Berburu Belibis III: Killing Point

Burung belibis bukanlah burung dengan daging dan kulit yang keras. Namun, burung ini adalah binatang yang cukup kuat jika kita tak bisa menembak pada titik yang pas. killing point burung belibis tentu saja ada di kepala. Namun shoot di daerah kepala bukan perkara yang mudah dengan jarak target antara 60 - 70 meter. Kepala burung itu hanya berukuran kuku jari kelingking saja dengan teleskop 40 mm dan dengan pembesaran 4 x. Menjadikannya sebagai titik target memiliki resiko meleset yang sangat besar. BElum lagi lokasi tambak yang selalu diwarnai tiupan angin yang kencang.

Berdasarkan hasil diskusi dengan Bang Amir dan Bang Ripin, hunter senior yang sangat piawai berburu belibis, saya menyimpulkan bahwa pada saat kita membidik target arahkan crosshair teleskp kita pada bagian sayap. Selain wilayah ini lebih besar jika diintip dari teleskop, resiko melesetpun lebih kecil. Dengan membidik area ini maka kemungkinan yang terjadi ada dua, pertama target akan lumpuh karena peluru terkena sayap, sehingga tak bisa berlari. Dan yang kedua, jika peluru tidak mengenai tulang maka peluru akan menembus tulang rusuk dan menusuk organ bagian dalam target buruan. Jika yang terjadi mimis mengenai sayap, maka tindakan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penembakan ulang. Kalau istilah bang ripin "tembak bilas".

Selain daerah sayap, daerah tembolok juga merupakan killing point yang bagus. Mimis yang mengenai tembolok akan tembus hingga ke organ bagian dalam. Dan jikamengenai dada, hewan tersebut akan mengalami shock dan terdiam karena terjangan mimis mengguncang jantungnya.

Berburu Belibis II: Kharakter Buruan

Burung Belibis adalah burung yang hidup di areal berair. Habitat aslinya adalah di rawa-rawa. Namun, hewan yang dagingnya lezat ini juga dapat ditemukan di areal persawahan serta areal tambak. 
Di Kalimantan, burung belibis dapat kita temui di areal pertambakan. Areal pertambakan yang berada di tepian laut adalah areal yang paling disenangi. Areal pertambakan juga haruslah luas. Jangan harap burung belibis akan mampir diareal tambak yang hanya beberapa hektar saja.

Saya mencoba untuk merekam kharakter burung belibis pada saat hunting bareng burung belibis bersama rekan-rekan RBH (Reddot Bikers Hunter). Berdasarkan pengamatan saya burung ini memiliki beberapa kharakter sbb:
1. Hidup Berkelompok. Setiap kelompok ada pemimpinnya. Satu kelompok memilinh anggota antara 10 - 20 ekor. setiap kelompok dapat saja bergabung dengan kelompok lain dengan jumlah yang sangat besar bisa 100 - 150 ekor. Dengan jumlah yang besar tersebut mereka membentuk berbagai formasi terbang yang unik. Namun, formasi tersebut selalu berbentul lancip di depan. Kemungkinan burung terdepan adalah korlapnya, atau pemandu atau bisa juga pemimpinnya. Kelompok yang sangat besar itu dapat berpisah diangkasa lalu mendarat de areal yang berjauhan dengan jumlah antara 10 -20 ekor.

2. Hidup berpasangan. Saya tidak tahu apakah belibis menganut paham monogami atau poligami. Tapi burung ini selalu berjalan berpasangan. 

3. Memiliki sensitivitas sangat tinggi. Berdasarkan pengamatan kemarin, sepertinya burung belibis dapat memandang hingga jarak ratusan meter di siang hari. Sehingga jangan harap kita dapat mendekatinya tanpa jurus mengendap untuk mendapatkan jarak tembak efektif.

4. Makan lumut dan kerang. Burung ini sangat gemar makan lumut, cacing dan kerang kecil.

5. Waktu aktif. Burung ini mulai aktif ketika matahari sudah terlihat di ufuk timur. sekitar pukul 5.30, biasanya belibis sudah mendarat dan bermain di areal tambak/ perairan rawa. Sekitar pukul 7-11 burung belibis akan wira-wiri terbang diangkasa. Pukul 11.00 - 14.00 burung ini mulai tidak aktif, biasanya mereka tidak terlalu aktif terbang lagi. Mereka hinggap diareal perairan yang lebih teduh. Sekitar pukul 15 - 17.30 burung ini aktif berseliweran lagi.

6. Besar burung. Burung belibis dewasa memiliki berat sekitar 500 - 700 gram. Saya tidak pernah menimbangnya. Namun saat menyiangi 2 ekor belibis, burung yang telah bersih itu memenuhi wadah baskom yang saya siapkan.





Senin, 05 Mei 2014

Berburu Belibis I: Pasukan Berang-Berang

Pada akhirnya saya dapat merasakan pula sensasi berburu belibis seperti rekan-rekan yang lain setelah bergabung dengan kegiatan berburu belibis bersama 4 orang rekan dari Reddot Bikers Hunting (RBH) hari sabtu-minggu, tgl 3-4 mei yang lalu.

Saya juga merasa sangat beruntung karena ditemani oleh rekan-rekan yang sudah sangat mahir berburu belibis. Khususnya Bang Amir, Mbah Ripin juga Bang Tabrani. Mereka tak pelit berbagi ilmu tentang perbelibisan. Bahkan mbah ripin berkenan memandu saya berburu belibis langsung di lapangan.
Dua orang rekan yang turut serta pada hari itu, bro tomy dan bro yadi, predikatnya sama dengan saya yaitu pendatang baru dalam bidang berburu belibis.


Belibis Memang Beda
Hunting burung belibis sangat berbeda dibandingkan dengan hunting tupai atau punai. Areal berburu yang sangat luas, kharakter target yang sangat sensitif menuntut ketahanan fisik yang prima dan keahlian berburu yang spesifik. Namun, syukurlah karena dipandu langsung oleh Mbah Ripin, juragan reddot, akhirnya saya mampu juga shoot hingga 5 ekor. Namun, karena kurangnya pengalaman, 3 ekor gagal saya bawa pulang karena telat memungut atau telat shoot ulang.



Lokasi Berburu
Tidak seperti tupai dan punai, lokasi berburu belibis sangat jauh dari kawasan perkotaan. Pada saat itu kami berburu di tambak milik bang Amir yang terletak di kec. Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya. Lokasi ini memang menjadi tempat favorit kehidupan burung belibis. Selain karena berada di tepian laut, lokasi ini juga mengandung makanan favorit burung belibis, yaitu kerang kecil dan lumut-lumutan.

Ribuan belibis hidup di kawasan ini. Terbang berseliweran secara berkelompok antara 10-100 ekor. Kadang mereka terbang dalam formasi-formasi yang unik. Seperti membentuk busur, bumerang atau pesawat tempur. Tak jarang mereka terbang dalam jumlah sangat banyak lalu memecah di udara. Kemudian masing-masing pecahan kelompok itu mendarat di atas air kolam tambak di areal yang berjauhan.
Sering pula burung yang mirip dengan bebek ini terbang sangat rendah di atas kepala kita dengan suara kicauan dan kepakan sayap yang khas. Sungguh menakjubkan.
Spot berburu dengan populasi belibis yang sangat banyak seperti di lokasi ini sangat sulit dijumpai di Kalbar.  Sehingga saya sangat beruntung sekali bisa sampai dilokasi ini, walau harus menempuh jalan darat sekitar 45 KM, melewati sekitar 50an jembatan kecil,  menyeberangi sungai besar menggunakan kapal ferry kayu, hingga melewati hutan rawa menggunakan perahu motor kecil selama 1 jam.
Waktu tempuh perjalanan yang lebih dari 3 jam tak ada apa-apanya jika dibanding dengan pengalaman spektakuler yang saya dapatkan. Luar biasa!
Belibis adalah burung liar yang sangat sensitif dengan manusia. Menjatuhkannya bukan perkara yang gampang. Oleh karena itu beberapa hari sebelumnya saya selalu bertanya kepada Mbah Ripin dan Bang Amir tentang masalah perbelibisan untuk menambah pengetahuan saya tentang bebek mini itu.
Saya juga sangat sadar bahwa pengetahuan saja tentu tak cukup untuk menjamin keberhasilan dalam berburu. Oleh karena itu secara khusus saya request dengan mbah Ripin agar bisa menembak bareng dengannya. Request saya ia terima. Saya merasa semakin yakin dapat menumbangkan belibis.


PBB, PASUKAN BERANG-BERANG
Bagi penghobi kendaraan bermotor di kota pontianak, PBB adalah komunitas bermotor yang sangat populer. PBB adalah singkatan dari Pontianak Big Bikers, sebuah klub motor besar dengan anggota sangat banyak yang solid serta sangat aktif dalam berbagai kegiatan touring dan kegiatan sosial.

Sebagian pentolan PBB yang menyenangi air rife hunting lalu membentuk kumunitas yang diberi nama Reddot Bikers Hunter, demikian Andre Chaniago, salah satu pentolan PBB memberi nama komunitas baru ini. Saya dan mbah ripin adalah anggota dari komunitas ini.
Sebulan yang lalu 9 orang anggota RBH melakukan aktivitas hunting di lokasi yang sama dengan yang saya datangi saat ini. Pasukan besar ini dipandu oleh Mbah Ripin.

Bro Tommy dan Mbah RIpin, Kumendan PBB

Perburuan itu menghasilkan belibis 13 ekor, enam ekor diantaranya tersungkur diujung peluru senapan mbah ripin, 5 ekor oleh Bang Amir, sedangkan Bang Yadi dan Bang Eko masing-masing shoot satu ekor.

Bang Eko ternyata mengamati teknik menembak mbah ripin yang memegang predikat top scorer saat itu. Yaitu dengan jurus mengendap, merangkak, merayap, hingga berenang menyebrangi kolam tambak yang menyerupai rawa liar. Tekhnik berburu yang ekstream itu, dan performance costum berburu mbah ripin yang full camo ditambah colouring kulit tubuh berwarna pekat (hehee), menjadikan ia tak ubahnya seperti seekor berang-berang. Nah, dari situlah mungkin muncul ide nakal dari bang eko dengan membuat kepanjangan baru dari PBB, yang semula kepanjangan dari ponti big bikers menjadi Pasukan Berang-Berang! Sebuah plesetan yang membuat forom group RBH ngakak sepanjang malam.hahaa..

Tekhnik menembak ala berang-berang sebagaimana yang dilakukan oleh mbah Ripin memang sangat efektif. Dengan tekhnik ini pula kami berdua berhasil shoot 4 ekor belibis di pagi buta, sekitar 5 menit setelah turun dari posko.

Padahal sangat sulit menembak belibis lebih dari satu ekor dalam satu kelompok belibis. Jika kita berhasil shoot satu ekor, maka anggota kelompok yang akan melesat terbang ke angkasa sebelum stang kokang senapan kita tarik kembali. Tapi pagi itu betul betul spektakuler, 4 ekor belibis berhasil kami shoot dalam satu kelompok.

Adalah Mbah Ripin yang menjadi sutradara keberhasilan itu. Saat langit belum terlalu terang, dari jarak sekitar 100 meter matanya yang tajam telah menangkap keberadaan kelompok belibis di tengah kolam tambak. Padahal saya tak melihat apapun walaupun sudah berupaya mengernyitkan kelopak mata. 


Ia pun memberikan beberapa instruksi. Sebagai calon anggota pasukan berang-berang yang baik, saya mengikuti saja instruksinya. Ia memberikan aba-aba untuk berjalan merunduk. Saya mengikutinya. Ia menyuruh berjalan pelan, saya sami'na wa atokna.


Kamipun jalan merunduk dengan langkah yang sangat pelan hingga sampai di tepian tanggul. Dari tepian tanggul kami berjalan mengendap hingga tinggi tubuh kami sama dengan tanggul. Untuk mencapai tinggi yang sama maka kaki kamipun harus berada di tepian kolam dengan lumpur setinggi mata kaki. Tujuan kami adalah mengambil sudut 90 derajat antar garis tanggul dengan posisi target.

Posisi ini diambil oleh mbah ripin, kemungkinan, setelah memperhitungkan jarak tembak. Ia mungkin telah menghitung bahwa dengan lebar tambak 200 meter dan  posisi target tidak terlalu di ketengah maka jarak target sekitar 60an meter dari tepian tanggul. Jadi kalau posisinya menyerong jaraknya akan lebih dari 60 meter, sehingga akan melebihi jarak tembak efektif.

Jarak tembak terdekat adalah sejajar dengan target. Dengan posisi ini estimasi jarak tembak sekitar 6Oan meter, sebuah jarak yang sesuai dengan settingan power senapan dan teleskop yang telah kami lakukan sehari sebelumnya.

Setelah berada di posisi lurus dengan target, mbah ripinpun memberikan isyarat kepada saya untuk mengendap dengan merebahkan tubuh ke badan tanggul, lalu merayap perlahan mendekati target dan bersembunyi disela-sela pelepah pohon kelapa hibrida yang tumbuh ditepian tanggul. Dengan jarak sekitar 60an meter itu saya baru bisa melihat bentuk burung belibis dengan agak jelas. Jantung saya berdegup. Saya memprediksi ada sekitar 20 ekor belibis yang ada di hadapan saya saat itu. 10 ekor dalam posisi tegak lurus, atau pada posisi jam 12 jika menggunakan analogi jam.Sedangkan 10 ekor lagi pada posisi jam 10. Mbah ripinpun lalu memberi isyarat untuk shoot target yang berada pada posisi jam 12 dulu.

Dengan berbisik ia menginstruksikan untuk shoot 2 ekor belibis terdekat yang berdampingan. Saya shoot yang disebelah kanan karena lebih tampak, sedangkan mbah ripin akan shoot yang sebelah kiri.

Sayapun mengambil posisi. Setelah siap, mbah ripin memberikan aba-aba dengan tiga hitungan. Jantung saya berdegup makin kencang.

Ia mulai menghitung, "satu...dua..".


Popor senapan saya genggam semakin keras dan saya dorong semakin kencang diantara tulang dada dan pangkal tangan agar tak bergerak. Telunjuk tangan kanan saya meraba triger, lalu mulai menekan dengan lembut.

"Tiga!", kata mbah ripin.

Senapan kamipun meletus berbarengan. Pesss! Pesss! Ketepuk! Ketepuk! Sepertinya dua ekor belibis terkena sasaran.

Karena jarak yang jauh, saya tak dapat melihat dengan jelas apakah target yang saya bidik mengenai sasaran. Namun, mbah ripin memberi isyarat bahwa tembakan saya mengenai sasaran. Sambil memberikan jempol ia mengatakan dengan suar perlahan, "sip, kena!". Saya percaya aja, walau diliputi ragu.
8 ekor belibis yang selamat dari maut terbang melesat ke angkasa.Namun, kelompok belibis yang berada pada posisi jam 10 tak hirau, sehingga tak ikut-ilutan terbang. Kemungkinan karena pandangan mereka belum jelas benar, karena langit pagi yang masih kelabu.
L
alu mbah ripin pun mengintruksikan untuk shoot kelompok belibis pada posisi jam 10.  Posisinya agak jauh kebelakang Kamipun mengarahkan moncong senapan pada kelompok belibis kedua itu. Mbah ripin memberikan aba-aba yang sama. Satu, dua....tiga! Pesss! Pesss! Ketepuk, ketepuk!

Sepertinya tembakan mengenai sasaran. 8 ekor belibis yang selamat dari tembakan melesat terbang ke udara, lalu hilang dari pandangan mata. Kolam tambak menjadi sunyi senyap. Kamipun muncul dari persembunyian kami. Saya berusaha melihat posisi-posisi target yang saya tembak, namun saya tak berhasil melihat target yang menurut mbah ripin kena itu. Kami berdiri di atas tanggul setinggi setengah meter. Mbah ripin tertawa girang. 'Mantap! Kena 4 ekor!", katanya bersemangat. Saya masih bengong nyaris tak percaya karena memang tak bisa melihat dengan jelas belibis yang terkena tembakan. 


Kondisinya jauh berbeda saat kita berhasil shoot seekor tupai. Ada bunyi 'ketepuk', disusul bunyi benda yang jatuh dari atas, "bub!". Sedangkan saat shoot belibis tak ada bunyi bub. Karena target tidak jatuh.

Mbah ripin lalu turun dari tanggul, kemudian berjalan ke arah target yang berada pada bagian tengah tambak. 

Tepian tanggul berair setinggi mata kakinya. Semakin ketengah semakin dalam. Mbah ripin terus berjalan menuju tengah tambak. Kali ini setengah lututnya berada di dalam air, makin ketengah tampaknya makin dalam. Kini tubuhnya hingga leher sudah berada di dalam air. Yang nampak hanya kepalanya, sementara dua belah tangannya memegang senapan ke atas. Senapan itu ia angkat tinggi-tinggi ke atas, melebihi kepalanya.
Setelah menyaksikan aksi mbah ripin itulah saya menjadi paham mengapa bang eko menyebut mbah ripin dengan istilah PBB, pasukan berang-berang. Karena gayanya betul-betuk mirio seekor berang-berang. hahaa.

Tak lama setelah ia berjalan setengah berenang, tubuhnya mulai tampak, menandakan bahwa semakin ketengah semakin dangkal.saya sempat merasa aneh. Perkiraan saya makin ketengah seharusnya makin dalam, namun ternyata makin ketengah makin dangkal.
Namun, saya ingat dengan penjelasan mbah ripin tentang struktur tambak sehari sebelumnya. Yaitu dibawah struktur tanggul terdapat sungai kecil. Di sungai itulah petani menebar bibit ikan atau udang.  Sungai dengan lebar sekitar 4 meter  dan salam 150 cm itu mengelilingi areal tambak. Nah pada bagian tengah sebenarnya adalah daratan kering, namun sering tergenang air setinggi mata kaki. Sehingga jika kita memandang dari jauh seluruh tambak itu seakan akan merupakan kolam dengan air yang dalam. Padahal yang dalam hanya sungai selebar 4 meter itu saja.

Bang ripin meminta saya untuk turun dari tanggul. Saya agak ragu. Saya belum yakin bahwa kolam besar itu adalah tambak buatan manusia. Saya masih meyakini bahwa kolam itu adalah rawa-rawa. Karena rawa-rawa, tentulah kolam itu dipenuhi binatang-binatang liar, buaya atau ular phiton.
Bagaimana jika ular phiton itu membelit kaki dan tubuh saya lalu menarik saya ke bawah. Gimana kalau tiba-tiba ada buaya ditepian mengejar saya, lalu menerkam kaki saya dengan taringnya yang tajam. Saya bergidik. Wuih sungguh sangat mengerikan!

Lamunan saya hilang setelah mendengar teriakan mbah ripin. "Woi!", katanya sambil menunjukan seekor belibis ke arah saya. Sayapun menjadi bersemangat. Saya hilangkan bayangan buaya dan ular phiton dari kepala saya, lalu sayapun turun dari tanggul dan berjalan menyebrangi sungai.
Jantung saya sempat berdegup kencang saat seluruh tubuh saya kecuali kepala terendam kedalam sungai. 

Namun saya berusaha berjalan tenang. Makin ketengah makin sulit saya berjalan. Telapak kaki saya terbenam didasar sungai berlumpur sehingga tak bisa jalan dalam keadaan normal. Sementara saya harus menjaga agar tubuh saya tak tumbang. Kalau tumbang, maka senapan saya akan terendam ke dalam air.kalau itu terjadi bisa kacau semua kegiatan berburu hari ini. Walau sangat kepayahan, namum akhirnya saya berhasil menjejakan kaki di tepian sungai dengan kedalam air hanya tinggal selutut. Saya berjalan berlutut setengag merangkak. Nafas saya ngos-ngosan. Wuih...gila!

Karena air dan lumpur dibagian tengah tambak tak terlalu dalam lagi, sayapun mempercepat langkah kaki menuju posisi mbah ripin. Wah ternyata ditangannya sekarang ada dua ekor belibis. Berarti dua ekor belibis yang kami tembak serempak pada posisi jam 10 itu mengenai sasaran. Mantap!
Mbah ripin berjalan menuju posisi jam 12. Lalu memungut dua ekor belibis lagi. Ternyata target pada posisi jam 12 benar-benar kena sasaran sebagaimana yang dikatakan mbah ripin. Saya memegang belibis yang masih berada ditangan mbah ripin itu, lalu mengelus bulunya dengan perasaan yang tak karuan. Gagap situasi, takut, lelah juga, hingga tak percaya bahwa tembakan saya ternyata mengenai sasaran dengan telak.

Matahari mulai tinggi. Pandangan semakin terang. Kini saya dapat memandang dengan jelas lingkungan disekitar saya. Termasuk memandang bahwa tubuh kami berdua saat ini basah dan dipenuhi lumpur dan lumut berwana hitam dan hijau. Kami berdua saling berpandangan lalu tertawa lepas.
Mbah ripin tertawa karena berhasil menenteng 4 ekor belibis, sementara saya tertawa karena teringat istilah telah PBB yang dikatakan pak eko. Pasukan berang berang! karena sekujur tubuh kami sekarang benar-benar seperti berang-berang.Penuh lumpur dan lumut berwarna hitam pekat! Hehe.

Bersambung...