Senin, 29 Februari 2016

Laras LW VS Hama Tupai 2

Akhirnya saya sampai di lokasi berburu sekitar pukul 6.30. Terlalu siang untuk sebuah aksi berburu hama yang memiliki kharakter lamban di pagi hari.
Tapi ga apalah. Niat awalkan buat olah raga, ngecilin perut. Jadi harus lanjut.
Ada dua pilihan lokasi. Lokasi ini lokasi n
Baru bagi saya. Saya tak pernah sekalipun mengunjungi spot ini.
Lokasinya cukup bagus. Sebuah kawasan kebun kelapa yang dikelilingi oleh semak perdu. Tak ada pohon durian atau langsat. Full pohon kelapa. Lokasi yang seperti ini sangat asik sebagaj lokasi berburu dengan gaya sniperan, gaya tembak jarak jauh sambil mengamati perilaku target buruan.
Kebetulan posiai lokasi ini juga keren. Ada dua kawasan kebun yang dipisah oleh parit besar dan jalan aspal. Satu disebelah barat, satu di sebelah timur. Saya cenderung memilih sebelah barat. Karena kalau berjalan maka saya akan membelakangi matahari terbit sehingga tak silau dan bisa melihat pergerakan hama tupai lebih jelas.
Tantangannya di kawasan ini paritnya lebih lebar. Munimal 1,5 meter bahkan banyak yang 2 meter. Sanagat sulit melompat kalau tak ada landasan pacu yang cukup panjang. Tapi ga masalah. Selama masih ada kaki pastilah bisa melompat.
Saya memasuki kawasan kebun dengan pandangan menerawang seantero kebun. Belom tampak ada pergerakan hama tupai. Padahal saya sudah berjalan sekitar 100 meter. Namun tak apalah. Jalan aja terus. Siapa tahu kawanan tupai menunggu saya di dalam.
Harapan saya terkabul. Ada pelepah kelapa yang bergerak-gerak tepat di arah jam 11. Darah saya berdesir. Jabtung berdegup lebih kencamg dari biasanya.
Lalu di arah jam 2 ada lagi pergerakan. Kali ini tamoak dua ekor tuai sedang saling berkejaran. Mereka pasti sedang memadu kasih. Mantab. Lokasi yang keren!
Saya mendekat, ingin melihat respon hewan yabg sensitif ini. Wah surprise, kawanan tupai di lokasi ini tak terlalu liar. Tampaknya jarang dimasuki pemburu.
Namun baru saja ingin menghampiri, seekor tupai tiba-tiba melompat di arah jam 3. Jaraknya mungkin sekitar 30 meter. Senapan saya pasti sampai. Tapi hewan buruan sejauh itu hanya terlihat seukuran kutu saja di teleskop. Resiko meleset terlalu besar. Sayapun mendekat perlahan, mencari sudut yang pas dan ada fasilitas senderan untuk menjepit senaoan agar tak goncang.  Dan dapat. Ada batang pohon buat sandaran senapan dengan sudut pandang yang leluasa tapi tersembunyi.
Saya bergaya seorang sniper. Tupai yang sudah tampak jelas di teleskop tidak langsung saya shoot. Sok sekali! Hahaa.
Saya amati pergerakannya, mengamati goyangan ekornya dan langkah kakinya. Saya menunggu posisi tubuh yang pas. Targetnya kepala atau minimal bagian dada. Wah nggaya nembaknya milih-milih. Padahal biasannya asal masuk bulatan tele aja, langsung shoot. Hahaa.
Inilah seninya kalau hunting di kawasan perkebunan kelapa. Pergerakan tupai bisa diamati dengan jelas. Pandangan kita lebih lapang tak tertutup aneka pepohonan. Desiran jantung saat mengamati dan menunggu moment-moment menarik triger terasa lebih lama. Indah sekali!
Halah, nyakitin hewan kok dibilang indah!
Oke, setelah menunggu beberapa saat, posisi tubuh target berputar ke arah saya. Nah lho! Saya geser senapan perlahan untuk menempatkan crosshair tepat di kepala target. Jantung mulai berdebar. Senapan agak berguncang. Saya tarik nafas dalam-dalam untuk mestabilkan deguoan jantung, menahannya lalu mulai menekan triger perlahan-lahan. Dan besss teigerpun saya tekan...pok....lalu bubb! Hama tupai pertama jatuh ke tanah. Head shoot! Muantab!
Saya berjalan cepat menuju lokasi jatuhnya target. Tak berapa lama saya menemukannya terkulai. Saya mengangkat korban pertama itu lalu perlahan dan memindahkannya ke tali jerat sambil membaca istighfar beberapa kali.
Iya aku paham membunuh hewan ini kurang baik. Semoga Allah mengampuniku. Heheee.
Setelah itu saya berjalan lagi. Tak lama terlihat lagi pergerakan di pelepah kelapa yang cukup tinggi. Mungkin setinggi 20 meteran. Saya mendekat sambil mengokang senapan. Lalu mengambil jarak sekitar 15 meter dari kaki pohon kelapa. Moncong laras saya arahkan lagi ke target. Saya tak mau terburu-buru menekan triger. Menikmati moment rasa yang sangat unik.
Setelah beberapa saat...bess...lalu bup..korban kedua jatuh.sayapun Istigfar lagi.
Nah giliran target ketiga, saya tak jadi shoot. Seeokor tupai melintas di arah jam 10 menuju arah jam 12. Ada sesuatu yang dibawanya. Tapi saya tak bisa melihatnya dengan jelas. Saya mendekat lalu mengarahkan senapan ke sasaran sambil mengintip via teleskop. Tupai itu berhenti lalu memandang saya. Saya membalas pandangannya. Kami pandang-pandangan.
Lewat teleskop saya melihat dengan jelas ada sesuatu yang dibawa oleh hewan Itu. Sabut pelepah kelapa! iya sabut pelepah kelapa. Ia menarik sabut itu dengan giginya. Lalu mengumpal-gumpalkan serat itu dengan kedua tangannya. Lucu sekali. Setelah berbentuk bulat, bola sabut itu digigitnya lalu ia berjalan ke arah jam 3. Jalannya tak cepat. Sesekali ia berhenti. Lalu berjalan lagi. Saya tetap mengamati pergerakan target lewat teleskop saya. Dia berhenti. Jantung saya berdebar. Telunjuk siap menarik pelatuk. Ia hanya diam memandang saya dengan tajam. Dan tiba-tiba rasa kasihan muncul seketika. Saya turunkan senapan saya, sambil mbatin, silahkan teruskan perjuanganmu membangun rumah impianmu, kawan. Kau tak layak mati karena sedang berjuang membangun rumah impianmu. Silahkan teruskan perjalananmu kawan. Salam buat calon anak-anakmu kelak. Hihii...
Kebahagiaan melepaskan seeokor hewan buruan yang telah terkunci di croashair teleskop ternyata jauh lebih asik rasanya dibandingkan berhasil mendapatkan hewan buruan dengan tembakan head shoot. Saya menikmati moment itu.
Saya duduk di bawah pohon kelapa beralas akar-akarnya yang menggunung di atas tanah. Saya teguk air teh manis dari botol, lalu menyulut sebatang rokok. Whussss...asap rokok mengepul putih dan transparan berkilatan karena sinar matahari pagi yang menwmbus celah-celah pelepah kelapa.Bergulung-gulung lalu hilang.
pagi yang indah sekali...
sebuah irama lagu dari koes plus menemani istirahat saya di pagi yang indah itu.
***
Setelah puas menikmati pagi perburuan berlanjut. Tak jauh saya berjalan. Hanya 2 blok kebun. Tapi hari itu cukup melelahkan. Aktivitas lompat parit dan berjalan diatas tanah penuh batang kayu, batang kelapa dan kountur tanah kebun yang bergelombang mungkin menjadi sebab.
Saya shoot target 10 kali pagi itu. 7 kena, dua diantaranya hilang di perdu tanah. 2 kena tapi satu bisa lari lagi, mungkin terkena dibagian perut, satu lagi tak tahu bisa kena lalu nyangkut atau bisa jadi tak kena sama sekali. Sisannya satu ekor mujur. Shoot 3 kali, tiga-tiganya meleset. Punya ilmu tuh tupai! Hehee.
Kesimpulannya, senapan pcp lokal kalau disilangkan dengan laras lw asli jerman, hasilnya sangat memuaskan. Hakh!

Minggu, 28 Februari 2016

Laras LW VS Hama Tupai

Beberapa bulan belakangan berburu hama tupai tak pernah mencapai kepuasan maksimal. Penyebabnya ya macam-macam. Kadang masalah hewan buruan ga nongol sama sekali. Kadang nongol, tapi liar sekali. Baru liat tas senapan aja tupai ngacir entah kemana.
Beberapa kali dilangit yang cerah dan dihari cukup banyak tupai bercanda, eh senapannya pula yang masalah. Tembak kepala kena kelapa. Tembak dada yang gugur bunga. Ga klop terus. Meskipun gitu, berburu itu tetap saja asik.
Sekarang senapan borneo saya dalam kondisi fit terus. Setelah laras diganti dengan laras orang jerman, mimis berlari begitu taat dengan tuannya. Jarang meleset, yang sering iti ga kena. Hihiii.
Sayangnya seringkali cuaca minggubpagi kurang bersahabat. Dua minggu yang lalu saking semangatnya, saya turun berburu jam 4.45. Motor dipacu cepat agar sampai di spot berburu kebun kelapa masih gelap. Dasar sudah beruntung, sayapun sampai di tujuan sesuai harapan. Pasang obat nyamuk, senapan dikeluarkan dari bagnya, peredam dipasang, isi peluru pasang magazin, tes tembak 2 kali. Saat baru mau masuk kebun... eh hujan turin dengan derasnya Huadowww!
Tunggu punya tunggu, sampailah jam 9 hujan hujan berhenti. Jam 9 nembak tupai...mereka sudah pada main clash of clan di tempat tidur!
Pada saat menyandang laras lw di borneo, hasil hewan buruan juga belum memuaskan. Beberapa kali saya hanya dapat shoot 1-2 ekor saja. Ah malui-maluin kalau segitu sih.
Masalah utamanya sih memang spotnya kurang bagus. Kalau shoot memang lebih akurat dibanding sebelum laras diganti. Ga takut meleset nembak hewan tupai yang hanya sebesar lalat  diteleskop saat berada pada jarak diatas 20 meteran. Whuihhh nggaya!
Pingin juga shoot lebih dari 2 ekor. 5 kah, 10 kah. Sekali-sekalilah. Kalau sering-sering juga ga baik. Kasihan. Ntar tupainya habis. Kalau habis ntar makin jauh aja kita nembaknya!
Tapi tadi pagi ibadah berburunya cukup memuaskan. Malam hari sebelum pagi, langit cerah. Besok pagi pastilah hari tak hujan. senapanpun dalam kondisi prima. Besok subuh tentulah moment berburu yang indah. Bobok dulu senyenyak-nyenyaknya biar besok badan fit, mata tajam jadi bisa maksimal berburunya.
Dan syukur alhamdulillah tidur malam saya sangat nyenyak. Saking nyenyaknya bangunpun kesiangan. Ancore!
Jam 6 baru bangun. Hati jadi galau. Ini mau shalat shubuh dulu atau langsung berburu yahh. Haduh shalat subuh dululah.shalatkan wajib. Oke! Sayapun bergegas ke kamar mau ambil sarung. Pas sampai di kamar yang diambil malah jaket untuk berburu! Dasar otak berburu! Jaketpun saya lepas ganti kain sarung lalu wudlu terus shalat. Habis salam, langsung ambil jaket. Dzikir dan doanya dijalan aja. Kwkwkwk. Berangkaaaaaat!
Nah saat sudah di jalan, mau nembak kemana malah bingung. Ginilah jadinya gara-gara bangun kesiangan. Suasana hati jadi ga jelas gitu. Akhirnya serba ragu. Mau ke lokasi yang dekat, di Paret Hanura, kawanan tupai pasti sudah dihabisi kang eky chonta. Maklum orang ini maniak berburu. Sehari bisa dua kali turun dilokasi yang sama. Seminggu berarti 14 kali berburu. Gimana ga habis tupainya.
Trus mau yang jauh, di Sungai Rengas atau Jeruju, kayaknya kejauhan. Sampai di sana pastilah kesiangan. Paking ngga jam 7 baru sampai di titik berburu. Ah bingung.
Namun, akhirnya saya putuskan ambil yang jauh aja. Lebih baik jauh tapi ada isinya, daripada dekat tapi isinya batang kelapa semua! Hihii.
Bersambung