Jumat, 14 Agustus 2015

Tupai Besar di Hutan Kalimantan

Di hutan Bengkayang masih banyak binatang yang aneh aneh dengan ukiran yang besar. Salah satunya adalah kerabak, begitu masyarakat setempat menyebutnya. Kerabak adalah sejenis tupai yang besarnya hampir 4 kali lipat tupai kelapa. Bentuk dan rupanya sama persis dengan tupai kelapa. Bagitu penjelasan Bang Yayuk.
Kerabak ini hidup di pepohonan yang tinggi, antara 50-80 meter. Pohon-pohon itupun sangat besar. Rata-rata tak bisa dipeluk oleh pelukan 2 orang dewasa. Tak heran jika tupai sebesar itu menjadi binatang kecil di hutan.
Ia tak tahu apakah binatang ini dilindungi atau tidak. Namun biasanya hewan ini adalah salah satu hewan buruan masyarakat lokal untuk keperluan konsumsi. Menurutnya daging kerabak ini sangat disukai penduduk di sekitar hutan. Isinya banyak. Isi daging bersih tanpa kulit dan kepala bisa mencapai hampir satu kilo.
Namun, karena posisi target sangat jauh kerabak ini tak bisa dijangkau oleh sumpit dan senapan angin lokal. Yayuk mengaku pernah menemani masyarakat lokal berburu kerabak menggunakan senapan PCP. Dan binatang besar itu berhasil dijatuhkan.
Berikut foto kerabak hasil buruan masyarakat di sekitar hutan beberapa tahun yang lalu. Saya pribadi sebenarnya enggan memposting binatang ini. Saya ga tahu apakah binatang ini dilindungi atau tidak. Kalaupun tidak dilindungi saya akan mengambil sikap untuk tidak menembaknya, kasian juga hihii.
Tapi demi kepentingan pengetahuan saya pikir perlulah foto ini diposting. Saya khawatir binatang 5-10 tahun lagi akan punah. Lalu kitapun tak dapat lagi mengetahui seperti apa rupa hewan ini. Punah bukan karena perburuan yang tak seberapa, tapi karena invasi sawit yang sudah begitu keterlaluan.
Oya invasi perusahaan sawit ini memang sudah sangat gila. Pengusaha tanaman monokultur ini membolduser semua pohon yang menjadi makanan binatang. Seluruh binatang dari yang kecil hingga yang besar yang jenisnya bisa ribuan, akan punah semua. Dan area yang diludeskan itu bisa ratusan hingga ribuan kilo meter persegi luasnya. Area jelajah para pemburu senapan angin paling banter 5 km2. Itupun sdh menghabiskan waktu setengah hari dan mwmeras keringat yang lumayan banyak.hihii.


Selasa, 11 Agustus 2015

Peluru JSB Exact

Jenis peluru senapan angin sangat mempengaruhi akurasi sebuah senapan angin. Oleh karena itu para bediler di pontianak biasanya lebih senang menggunakan sistem singleshoot dari pada menggunakan magazine. Alasannya agar lebih efektif untuk mengganti peluru sesuai dengan kondisi di lapangan.
Faktor yang dipertimbangkan dalam memilih peluru selain beratnya adalah juga impact atau dampak tembakan terhadap hewan buruan.
Berat peluru mempengaruhi jarak jangkau efektif sebuah senapan. Makin berat makin pendek jarak jangkau efektif namun makin besar impactnya terhadap hewan buruan.
Namun settingan power senapan dan kondisi laras senapan juga harus dipertimbangkan. Kalau keluaran angin terlalu kecil tentu kurang tepat menggunakan peluru yang berat. Demikian pula dengan laras, kondisi laras yang baru biasanya belum maksimal digunakan untuk peluru yang berat. Dalam konteks ini sesuai dengan pendapat mbah ipin, para bediler perlu melakukan percobaan dengan aneka jenis berat peluru.
Hal lain yang juga mempengaruhi adalah bentuk peluru. Beberapa peluru didesain agar dapat memecah hambatan angin sehingga dapat menjangkau target secara stabil dalam jarak jauh. Beberapa peluru yang lain lebih unggul dalam hal impact terhadap hewan buruan.
Nah, pada saat diskusi dengan mbah ipin saya menanyakan jenis peluru yang pas untuk berburu sasaran yang agak besar seperti belibis. Ia mengatakan peluru seperti JSB Exact dapat diandalkan. Ia mengaku menggunakan peluru dengan jenis rok yang agak panjang ini untuk menjatuhkan belasan ekor belibis. Impact JSB exact sangat bagus dan dapat menempuh jarak efektif dengan stabil dalam jarak yang jauh. Target seperti belibis itu jarang dibawah 60 meter katanya. Dia sudah pernah mencoba aneka jenis peluru untuk melumpuhkan belibis, JSB Exact sementara ini yang paling ideal.
Peluru ini juga dapat digunakan untuk jarak menengah. Untuk berburu tupai misalnya. Menurut pengakuan Yayuk, bediler rimba pontianak, hama tupai pasti jatuh dengan JSB exact. "Pelurunya unik, kalau kena hama tupai tubuhnya akan sobek" kata Yayuk.
Di tokonya, mbah ipin juga memajang peluru ini. Ada tiga jenis, JSB Heavy dengan berat 10.34 gr  JSB monster 13.43 gr sedangkan JSB BEAST beratnya 16.20 gr.
Saat berburu tupai atau belibis mbah ipin selalu menggunakan yang medium yaitu JSB Monster. Harganya standar aja.
Kalau pesan silahkan langsung aja kontak hp nya 081257134188. Bisa dikirim keseluruh indonesia.

Berburu di Rimba

Setelah ngobrol dengan bang Yayuk saya jadi berani menyimpulkan bahwa tantangan berburu di rimba itu ternyata berbeda dengan apabila kita menembak di kebun, di rawa, atau di tambak. Saya pribadi hanya punya pengalaman berburu di kebun dan di tambak saja. Di hutan rawa saya pernah sekali, tapi hanya sebentar saja, karena tak punya nyali yang cukup untuk berlama-lama berada di rawa-rawa. Keberanian saya belum cukup jika harus berhadapan dengan binatang-binatang reptil yang menakutkan seperti ular, biawak, atau bahkan buaya yang jamak ditemui di rawa Kalimantan, hihiii.  Sedangkan berburu di rimba saya sama sekali tak pernah punya pengalaman.
Jadi setelah mendengar cerita bung Yayuk saya jadi ngiler untuk berburu di hutan tropis.
Menurut cerita bang Yayuk jika kita ingin berburu di hutan, kita bisa berburu di malam hari atau siang hari. Hewan-hewan yang dapat ditemukan dengan mudah pada saat malam hari adalah pelanduk, musang, dan babi hutan. Sedangkan pada saat siang hari kita dapat menemukan puluhan satwa yang unik yang tentu saja tak semua boleh di tembak. Hewan-hewan yang sering dijumpai seperti tupai, kerabak (tupai besar), kubung (tupai terbang), lutung, beruk, monyet, rusa, kijang, trenggiling, landak, dan aneka burung seperti punai besar, enggang, ruai (sejenis enggang), cucak rowo, murai, kacer dan belasan jenis burung aneh yang menurut pengakuan bang Yayuk tak ia ketahui namanya.
Tak semua hewan yang ia temui itu ia tembak, karena sebagian besar dilindungi. Namun, menurutnya orang-orang kampung biasa menangkap beberapa satwa yang sebenarnya dilindungi untuk konsumsi. Misalnya rusa atau kijang.
Untuk berburu binatang sepertu rusa dan kijang, orang-orang kampung biasanya menggunakan senapan rakitan. Mereka menyebutnya senapan lantak. Senapan lantak  tergolong senapan api. Bubuk mesiunya terpisah dengan peluru. Cara menggunakannya adalah dengan memasukan bubuk mesiu ke dalam chamber senapan lalu didorong menggunakan besi dari atas laras agar padat.  Peluru yang digunakan terbuat dari timah biasanya berbentuk bulat.
Untuk berburu rusa atau kijang orang-orang kampung turun secara bergerombol antara 6 hingga belasan orang. Mereka membawa anjing kampung untuk melacak jejak binatang tersebut dan menggiringnya ke sebuah area yang memungkinkan para pemburu membidikkan senapannya.
Ada tradisi yang menarik jika aktivitas berburu itu membawa hasil, yaitu tentang cara pembagian. Menurut Bang Yayuk masyakat lokal sudah punya aturan sendiri. Mereka yang menembak pertama kali tepat pada sasaran akan mendapatkan bagian kepala hewan buruan. Hal itu tetap berlaku walaupun hewan buruan tidak langsung tewas saat ditembak. Lalu pemilik senapan akan mendapatkan bagian paha. Hal ini juga berlaku jika pemilik senapan tidak ikut serta berburu. Yang menarik adalah ternyata anjing yang ikut serta berburu juga mendapatkan jatah. Tentu yang memakannya bukan anjingnya, tapi pemiliknya. Setelah selesai barulah sisa daging dibagi rata dengan orang yang turut serta dalam perburuan itu. Wah unik sekali.
Beraambung....

Minggu, 09 Agustus 2015

Yayuk, Bediler Rimba Kalimantan

Panggilan populernya Yayuk. Nama lengkapnya Yayuk Sayuti. Awalnya saya hanya mengenal bedilers ini via group whatups Reddot Bikers Hunter. Namun, setelah hunting bareng minggu tadi (10/8/2015) saya menjadi lebih akrab dengannya.
Sebelumnya saya pernah membuat video tentang hunting belibis atas prakarsa dari mbah ipin. Video itu menampilkan dua bedilers pontianak yang salah satunya adalah Yayuk ini.
Pada saat rehat berburu minggu pagi itu kami ngobrol panjang lebar tentang dunia rimba dan perburuan. Obrolan ngalor ngidul itu juga dilakukan bersama bung Ryan yang juga bedilers cukup populer di pontianak. Populer  sebagai penembak luput yang sangat sayang pada binatang, hihii.

Dari obrolan panjang itu saya mengetahui bahwa bung Yayuk ini adalah seorang air rifle hunter yang sarat dengan pengalaman. Kepada saya ia bertutur betapa luar biasa kayanya hutan Kalimantan.
Aneka hewan buruan yang menurut saya sangat aneh pernah ia lumpuhkan. Dari beraneka jenis tupai, landak,trenggiling, pelanduk dan aneka burung besar. Ia juga bercerita sering mengikuti masyarakat lokal dalam berburu binatang besar untuk konsumsi, seperti rusa, kijang, bahkan beruk. Binatang-binatang besar itu memang dilindungi, namun berburu binatang besar itu sudah menjadi tradisi masyarakat setempat. Mungkin bagi pecinta lingkungan tradisi itu dianggap mengganggu habitat binatang langka itu. Namun saya menganggap mereka punya hak untuk menikmati sisa-sisa kekayaan hutan kalimantan yang sudah luluh lantak, hancur oleh jarahan pengusaha sawit yang rakus. Jika hari ini banyak binatang menjadi langka, itu bukanlah ulah masyarakat lokal, tapi ulah para pengusaha sawit yang berkolaborasi dengan pejabat pemerintah berakal bulus. Aduh jadi menyimpang tulisannya nih, hihii. Sorry, saya itu jadi sentimentil kalau ngomongin hutan kalimantan. Kacau dah. Kembali ke laptop!
Nah kembali ke cerita bung Yayuk. Ia bercerita bahwa di daerah kabupaten bengkayang masih terdapat hutan yang kaya dengan aneka hewan aneh. "Tupai saja ada banyak jenisnya bang. Ada tupai kelapa yang hanya sebesar telapak tangan, ada tupai yang berwarna merah bahkan ungu, ada tupai yang sebesar paha orang dewasa dengan berat hampir 2 kilogram (kayak apa besarnya ya?), ada juga tupai yang bisa terbang dengan bentangan sayap yang besar. Menemukannyapun tak terlalu sulit di lawasan hutan dekat rumah  saya bang", demikian kata bang yayuk. Saya yang hanya mendengar menelan ludah karena ingin sekali bertandang ke sana.
Bersambung.....

Pcp Borneo E60

Senapan PCP Borneo E60 adalah senapan PCP besutan Mbah Bedjo yang cukup populer di kalangan bediler. Sesuai dengan serinya, ciri khas senapan ini menggunakan tabung kecap 300 cc sehingga tampak lebih gemuk dibandingkan senapan pcp dengan tabung standard dan lebih ramping dibandingkan dengan senapan PCP yang menggunakan tabung 500 cc.
Spesifikasi lainnya senapan ini menggunakan laras baja lokal dengan diameter luar (OD) 14 mm, panjang 50 cm ulir 12. Popor yang digunakan model tumbhole dengan setelan pipi. Tabung gas dilengkapi dengan regulator. Chamber monobox dilengkapi dengan tatakan singleshoot. Magazine jenis maurauder isi 16 saya beli di toko reddot.
Saya memesan senapan ini melalui Mbah Ripin, pemilik toko senapan angin Reddot Pontianak pada bulan Mei 2015 dan baru tiba pada tanggal 14 Juni 2015. Harganya sktr Rp 5,5 juta, tidak termasuk biaya modifikasi dan aksesoris.
Senapan ini lalu dioprek oleh mbah ipin untuk meningkatkan power dan akurasi. Sekitar seminggu senapan Borneo300/itu sdh siap digunakan. Setelah memasang teleskop BSA seharga Rp 700ribu, senapan terpaksa dianggurkan selama hampir satu bulan. Kebetulan saat itu masuk bulan suci Ramadhan 1436 H jadi sangat beresiko saat memandang buah kelapa muda bergelantungan. Hihii. Namun, karena penasaran, sekitar seminggu menjelang Hari Raya sayapun membawa senapan cebol ini untuk berburu tupai di Kebun Kelapa di kawasan Kalimas, Kab. Kubu Raya.

Hasilnya tidak memuaskan. Beberapa kali, tembakan saya meleset. Setelah dicheck ternyata groupingnya masalah. Pada jarak 30 m, groupingya sebesar buah jeruk. Saat itu  Peluru yang digunakan adalah JSB exact.  Sedangkan untuk power sudah lumayan. Lalubswnapan ini masih tergolong boros angin karena hanya bisa shoot 50 kali. Bandingkan dengan senapan dengan tabung ukuran OD 32. Yang dengan keluaran angin sekitar 40psi per shoot, dari tekanan 2500-1000, bisa shoot stabil sebanyak 30-38 kali shoot.
Malamnya saya minta tolong mbah Ipin untuk menyetting kembali dan rampung menjelang hari Raya Idul Fitri. Karena memasuki Hari Raya senapan tak sempat saya bawa 'jalan-jalan'.
Pada saat modifikasi ke dua Mbah Ipin merekomendasikan untuk ganti peluru. Peluru yang direkomendasikan adalah Baracuda Hunter. Dengan peluru tersebut, menurut Mbah Ipin 30  peluru jatuh pada target yang sama pada jarak 25 meter.
Nah, karena moment lebaran saya tak sempat untuk mencobanya. senapan itu baru saya bawa turun hari ini (minggu 10/8).  Hasilnya?

2 kali shoot di pagi hari yang masih gelap meleset. Setelah dicheck crosshair bergeser. Pantas saja!
Penyebabnya mungkin tele bergeser pada saat dalam.perjalanan. Saya memang cwroboh karena tidak melakukan pengecheck-an sebelum memasuki lokasi hunting. Hihiii.
Lalu saya habiskan sekitar 6 peluru untuk setting teleskop. Tampaknya sudah oke. Setelah itu dapatlah korban pertama. 


Sayangnya target kedua meleset lagi. saya melakukan pengecheckan lagi siapa tahu grouping bermasalah lagi. Ternyata crosshairnya bergeser lagi. Haduh ini kemungkinan besar ada masalah dengan teleskop. Setting lagi teleskop, senapan akurat kembali, 3 peluru masuk mepet dalam satu titik pada jarak 30an meter.
Setelah itu tak ketemu target baru lagi. Sialan!


Saat menembak saya turun bersama 2 orang teman yang menggunakan senapan jenis FR besutan.Mbah Bejo juga, yaitu Bang Yayuk yang berhasil shoot sekitar 8 ekor, 6 jatuh, 2 hilang. Dan bang Ryan yang ga shoot-shoot tapi dapat dua ekor. Kemungkinan besar tupai nya adalah hasil shoot-an nya Bang Yayuk yang hilang itu, wkwkwk.

Kesimpulan:
Saya belum puas melakukan uji coba lapangan dengan senapan baru saya ini. Kemungkinan saya masih kagok menggunakan senapan baru ini. Oleh karena itu tentulah perlu penyesuaian karena selama ini pake senapan PCP tabung 32 dengan oanjang laras 60cm yang lebih panjang. Jadi kurang PD saat berburu. 

Lalu ada juga sedikit persoalan di triger. Triger yang digunakan terbuat dari teflon, berbeda dengan triger senapan chonta saya yang terbuat dari aluminium. Saya ga paham juga kenapa Mbah Bedjo tidak menggunakan triger aluminium sebagaimana senapan2 sebelumnya. Triger ini juga belum disetel sehingga agak keras dan tak ada jeda alias one step shoot. Tapi masalah ini bukaflah persoalan besar. Karena mudah nyettingnya.

Lalu teleskop BSA saya memang kurang enak ngintipnya. Jenis teleskopnya ada laser di nagian depan  yang dilindungi oleh kaca plastik. Kaca ini sering berembun saat pagi hari lalu benjolan tempat laser yang menggantung di bagian atas ujung teleskop sangat mengganggu keluasan pandangan. Sayapun kurang cermat memasang posisi teleskop yang kurang maju, sehingga mengurangi kenyamanan saat moment bidik cepat.
Walaupun kurang puas dengan hasil berburu hari ini, tapi setidaknya senapan PCP Borneo300 sudah menunjukan kemajuan. Memang lumrahnya sebuah senapan baru, akan mantap digunakan setelah melalui 4-5 kali penyettingan dan 5-6 kali uji coba di lapangan.

Setelah ini saya berencana akan memperbaiki teleskop atau bahkan menggantinya, menyetel ulang setelan pipi dan posisi teleskop, memperbaiki triger dan melihat hasil grouping sendiri sebelum dibawa turun berburu. Hasil perkembangan Borneo e 60 ini insyaAllah akan saya sampaikan terus. Sering-sering aja berkunjung ke blog ini. Hihii.