Pada akhirnya saya dapat merasakan pula sensasi berburu belibis seperti rekan-rekan yang lain setelah bergabung dengan kegiatan berburu belibis bersama 4 orang rekan dari Reddot Bikers Hunting (RBH) hari sabtu-minggu, tgl 3-4 mei yang lalu.
Saya juga merasa sangat beruntung karena ditemani oleh rekan-rekan yang sudah sangat mahir berburu belibis. Khususnya Bang Amir, Mbah Ripin juga Bang Tabrani. Mereka tak pelit berbagi ilmu tentang perbelibisan. Bahkan mbah ripin berkenan memandu saya berburu belibis langsung di lapangan.
Dua orang rekan yang turut serta pada hari itu, bro tomy dan bro yadi, predikatnya sama dengan saya yaitu pendatang baru dalam bidang berburu belibis.
Belibis Memang Beda
Hunting burung belibis sangat berbeda dibandingkan dengan hunting tupai atau punai. Areal berburu yang sangat luas, kharakter target yang sangat sensitif menuntut ketahanan fisik yang prima dan keahlian berburu yang spesifik. Namun, syukurlah karena dipandu langsung oleh Mbah Ripin, juragan reddot, akhirnya saya mampu juga shoot hingga 5 ekor. Namun, karena kurangnya pengalaman, 3 ekor gagal saya bawa pulang karena telat memungut atau telat shoot ulang.
Lokasi Berburu
Tidak seperti tupai dan punai, lokasi berburu belibis sangat jauh dari kawasan perkotaan. Pada saat itu kami berburu di tambak milik bang Amir yang terletak di kec. Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya. Lokasi ini memang menjadi tempat favorit kehidupan burung belibis. Selain karena berada di tepian laut, lokasi ini juga mengandung makanan favorit burung belibis, yaitu kerang kecil dan lumut-lumutan.
Ribuan belibis hidup di kawasan ini. Terbang berseliweran secara berkelompok antara 10-100 ekor. Kadang mereka terbang dalam formasi-formasi yang unik. Seperti membentuk busur, bumerang atau pesawat tempur. Tak jarang mereka terbang dalam jumlah sangat banyak lalu memecah di udara. Kemudian masing-masing pecahan kelompok itu mendarat di atas air kolam tambak di areal yang berjauhan.
Sering pula burung yang mirip dengan bebek ini terbang sangat rendah di atas kepala kita dengan suara kicauan dan kepakan sayap yang khas. Sungguh menakjubkan.
Spot berburu dengan populasi belibis yang sangat banyak seperti di lokasi ini sangat sulit dijumpai di Kalbar. Sehingga saya sangat beruntung sekali bisa sampai dilokasi ini, walau harus menempuh jalan darat sekitar 45 KM, melewati sekitar 50an jembatan kecil, menyeberangi sungai besar menggunakan kapal ferry kayu, hingga melewati hutan rawa menggunakan perahu motor kecil selama 1 jam.
Waktu tempuh perjalanan yang lebih dari 3 jam tak ada apa-apanya jika dibanding dengan pengalaman spektakuler yang saya dapatkan. Luar biasa!
Belibis adalah burung liar yang sangat sensitif dengan manusia. Menjatuhkannya bukan perkara yang gampang. Oleh karena itu beberapa hari sebelumnya saya selalu bertanya kepada Mbah Ripin dan Bang Amir tentang masalah perbelibisan untuk menambah pengetahuan saya tentang bebek mini itu.
Saya juga sangat sadar bahwa pengetahuan saja tentu tak cukup untuk menjamin keberhasilan dalam berburu. Oleh karena itu secara khusus saya request dengan mbah Ripin agar bisa menembak bareng dengannya. Request saya ia terima. Saya merasa semakin yakin dapat menumbangkan belibis.
PBB, PASUKAN BERANG-BERANG
Bagi penghobi kendaraan bermotor di kota pontianak, PBB adalah komunitas bermotor yang sangat populer. PBB adalah singkatan dari Pontianak Big Bikers, sebuah klub motor besar dengan anggota sangat banyak yang solid serta sangat aktif dalam berbagai kegiatan touring dan kegiatan sosial.
Sebagian pentolan PBB yang menyenangi air rife hunting lalu membentuk kumunitas yang diberi nama Reddot Bikers Hunter, demikian Andre Chaniago, salah satu pentolan PBB memberi nama komunitas baru ini. Saya dan mbah ripin adalah anggota dari komunitas ini.
Sebulan yang lalu 9 orang anggota RBH melakukan aktivitas hunting di lokasi yang sama dengan yang saya datangi saat ini. Pasukan besar ini dipandu oleh Mbah Ripin.
|
Bro Tommy dan Mbah RIpin, Kumendan PBB |
Perburuan itu menghasilkan belibis 13 ekor, enam ekor diantaranya tersungkur diujung peluru senapan mbah ripin, 5 ekor oleh Bang Amir, sedangkan Bang Yadi dan Bang Eko masing-masing shoot satu ekor.
Bang Eko ternyata mengamati teknik menembak mbah ripin yang memegang predikat top scorer saat itu. Yaitu dengan jurus mengendap, merangkak, merayap, hingga berenang menyebrangi kolam tambak yang menyerupai rawa liar. Tekhnik berburu yang ekstream itu, dan performance costum berburu mbah ripin yang full camo ditambah colouring kulit tubuh berwarna pekat (hehee), menjadikan ia tak ubahnya seperti seekor berang-berang. Nah, dari situlah mungkin muncul ide nakal dari bang eko dengan membuat kepanjangan baru dari PBB, yang semula kepanjangan dari ponti big bikers menjadi Pasukan Berang-Berang! Sebuah plesetan yang membuat forom group RBH ngakak sepanjang malam.hahaa..
Tekhnik menembak ala berang-berang sebagaimana yang dilakukan oleh mbah Ripin memang sangat efektif. Dengan tekhnik ini pula kami berdua berhasil shoot 4 ekor belibis di pagi buta, sekitar 5 menit setelah turun dari posko.
Padahal sangat sulit menembak belibis lebih dari satu ekor dalam satu kelompok belibis. Jika kita berhasil shoot satu ekor, maka anggota kelompok yang akan melesat terbang ke angkasa sebelum stang kokang senapan kita tarik kembali. Tapi pagi itu betul betul spektakuler, 4 ekor belibis berhasil kami shoot dalam satu kelompok.
Adalah Mbah Ripin yang menjadi sutradara keberhasilan itu. Saat langit belum terlalu terang, dari jarak sekitar 100 meter matanya yang tajam telah menangkap keberadaan kelompok belibis di tengah kolam tambak. Padahal saya tak melihat apapun walaupun sudah berupaya mengernyitkan kelopak mata.
Ia pun memberikan beberapa instruksi. Sebagai calon anggota pasukan berang-berang yang baik, saya mengikuti saja instruksinya. Ia memberikan aba-aba untuk berjalan merunduk. Saya mengikutinya. Ia menyuruh berjalan pelan, saya sami'na wa atokna.
Kamipun jalan merunduk dengan langkah yang sangat pelan hingga sampai di tepian tanggul. Dari tepian tanggul kami berjalan mengendap hingga tinggi tubuh kami sama dengan tanggul. Untuk mencapai tinggi yang sama maka kaki kamipun harus berada di tepian kolam dengan lumpur setinggi mata kaki. Tujuan kami adalah mengambil sudut 90 derajat antar garis tanggul dengan posisi target.
Posisi ini diambil oleh mbah ripin, kemungkinan, setelah memperhitungkan jarak tembak. Ia mungkin telah menghitung bahwa dengan lebar tambak 200 meter dan posisi target tidak terlalu di ketengah maka jarak target sekitar 60an meter dari tepian tanggul. Jadi kalau posisinya menyerong jaraknya akan lebih dari 60 meter, sehingga akan melebihi jarak tembak efektif.
Jarak tembak terdekat adalah sejajar dengan target. Dengan posisi ini estimasi jarak tembak sekitar 6Oan meter, sebuah jarak yang sesuai dengan settingan power senapan dan teleskop yang telah kami lakukan sehari sebelumnya.
Setelah berada di posisi lurus dengan target, mbah ripinpun memberikan isyarat kepada saya untuk mengendap dengan merebahkan tubuh ke badan tanggul, lalu merayap perlahan mendekati target dan bersembunyi disela-sela pelepah pohon kelapa hibrida yang tumbuh ditepian tanggul. Dengan jarak sekitar 60an meter itu saya baru bisa melihat bentuk burung belibis dengan agak jelas. Jantung saya berdegup. Saya memprediksi ada sekitar 20 ekor belibis yang ada di hadapan saya saat itu. 10 ekor dalam posisi tegak lurus, atau pada posisi jam 12 jika menggunakan analogi jam.Sedangkan 10 ekor lagi pada posisi jam 10. Mbah ripinpun lalu memberi isyarat untuk shoot target yang berada pada posisi jam 12 dulu.
Dengan berbisik ia menginstruksikan untuk shoot 2 ekor belibis terdekat yang berdampingan. Saya shoot yang disebelah kanan karena lebih tampak, sedangkan mbah ripin akan shoot yang sebelah kiri.
Sayapun mengambil posisi. Setelah siap, mbah ripin memberikan aba-aba dengan tiga hitungan. Jantung saya berdegup makin kencang.
Ia mulai menghitung, "satu...dua..".
Popor senapan saya genggam semakin keras dan saya dorong semakin kencang diantara tulang dada dan pangkal tangan agar tak bergerak. Telunjuk tangan kanan saya meraba triger, lalu mulai menekan dengan lembut.
"Tiga!", kata mbah ripin.
Senapan kamipun meletus berbarengan. Pesss! Pesss! Ketepuk! Ketepuk! Sepertinya dua ekor belibis terkena sasaran.
Karena jarak yang jauh, saya tak dapat melihat dengan jelas apakah target yang saya bidik mengenai sasaran. Namun, mbah ripin memberi isyarat bahwa tembakan saya mengenai sasaran. Sambil memberikan jempol ia mengatakan dengan suar perlahan, "sip, kena!". Saya percaya aja, walau diliputi ragu.
8 ekor belibis yang selamat dari maut terbang melesat ke angkasa.Namun, kelompok belibis yang berada pada posisi jam 10 tak hirau, sehingga tak ikut-ilutan terbang. Kemungkinan karena pandangan mereka belum jelas benar, karena langit pagi yang masih kelabu.
L
alu mbah ripin pun mengintruksikan untuk shoot kelompok belibis pada posisi jam 10. Posisinya agak jauh kebelakang Kamipun mengarahkan moncong senapan pada kelompok belibis kedua itu. Mbah ripin memberikan aba-aba yang sama. Satu, dua....tiga! Pesss! Pesss! Ketepuk, ketepuk!
Sepertinya tembakan mengenai sasaran. 8 ekor belibis yang selamat dari tembakan melesat terbang ke udara, lalu hilang dari pandangan mata. Kolam tambak menjadi sunyi senyap. Kamipun muncul dari persembunyian kami. Saya berusaha melihat posisi-posisi target yang saya tembak, namun saya tak berhasil melihat target yang menurut mbah ripin kena itu. Kami berdiri di atas tanggul setinggi setengah meter. Mbah ripin tertawa girang. 'Mantap! Kena 4 ekor!", katanya bersemangat. Saya masih bengong nyaris tak percaya karena memang tak bisa melihat dengan jelas belibis yang terkena tembakan.
Kondisinya jauh berbeda saat kita berhasil shoot seekor tupai. Ada bunyi 'ketepuk', disusul bunyi benda yang jatuh dari atas, "bub!". Sedangkan saat shoot belibis tak ada bunyi bub. Karena target tidak jatuh.
Mbah ripin lalu turun dari tanggul, kemudian berjalan ke arah target yang berada pada bagian tengah tambak.
Tepian tanggul berair setinggi mata kakinya. Semakin ketengah semakin dalam. Mbah ripin terus berjalan menuju tengah tambak. Kali ini setengah lututnya berada di dalam air, makin ketengah tampaknya makin dalam. Kini tubuhnya hingga leher sudah berada di dalam air. Yang nampak hanya kepalanya, sementara dua belah tangannya memegang senapan ke atas. Senapan itu ia angkat tinggi-tinggi ke atas, melebihi kepalanya.
Setelah menyaksikan aksi mbah ripin itulah saya menjadi paham mengapa bang eko menyebut mbah ripin dengan istilah PBB, pasukan berang-berang. Karena gayanya betul-betuk mirio seekor berang-berang. hahaa.
Tak lama setelah ia berjalan setengah berenang, tubuhnya mulai tampak, menandakan bahwa semakin ketengah semakin dangkal.saya sempat merasa aneh. Perkiraan saya makin ketengah seharusnya makin dalam, namun ternyata makin ketengah makin dangkal.
Namun, saya ingat dengan penjelasan mbah ripin tentang struktur tambak sehari sebelumnya. Yaitu dibawah struktur tanggul terdapat sungai kecil. Di sungai itulah petani menebar bibit ikan atau udang. Sungai dengan lebar sekitar 4 meter dan salam 150 cm itu mengelilingi areal tambak. Nah pada bagian tengah sebenarnya adalah daratan kering, namun sering tergenang air setinggi mata kaki. Sehingga jika kita memandang dari jauh seluruh tambak itu seakan akan merupakan kolam dengan air yang dalam. Padahal yang dalam hanya sungai selebar 4 meter itu saja.
Bang ripin meminta saya untuk turun dari tanggul. Saya agak ragu. Saya belum yakin bahwa kolam besar itu adalah tambak buatan manusia. Saya masih meyakini bahwa kolam itu adalah rawa-rawa. Karena rawa-rawa, tentulah kolam itu dipenuhi binatang-binatang liar, buaya atau ular phiton.
Bagaimana jika ular phiton itu membelit kaki dan tubuh saya lalu menarik saya ke bawah. Gimana kalau tiba-tiba ada buaya ditepian mengejar saya, lalu menerkam kaki saya dengan taringnya yang tajam. Saya bergidik. Wuih sungguh sangat mengerikan!
Lamunan saya hilang setelah mendengar teriakan mbah ripin. "Woi!", katanya sambil menunjukan seekor belibis ke arah saya. Sayapun menjadi bersemangat. Saya hilangkan bayangan buaya dan ular phiton dari kepala saya, lalu sayapun turun dari tanggul dan berjalan menyebrangi sungai.
Jantung saya sempat berdegup kencang saat seluruh tubuh saya kecuali kepala terendam kedalam sungai.
Namun saya berusaha berjalan tenang. Makin ketengah makin sulit saya berjalan. Telapak kaki saya terbenam didasar sungai berlumpur sehingga tak bisa jalan dalam keadaan normal. Sementara saya harus menjaga agar tubuh saya tak tumbang. Kalau tumbang, maka senapan saya akan terendam ke dalam air.kalau itu terjadi bisa kacau semua kegiatan berburu hari ini. Walau sangat kepayahan, namum akhirnya saya berhasil menjejakan kaki di tepian sungai dengan kedalam air hanya tinggal selutut. Saya berjalan berlutut setengag merangkak. Nafas saya ngos-ngosan. Wuih...gila!
Karena air dan lumpur dibagian tengah tambak tak terlalu dalam lagi, sayapun mempercepat langkah kaki menuju posisi mbah ripin. Wah ternyata ditangannya sekarang ada dua ekor belibis. Berarti dua ekor belibis yang kami tembak serempak pada posisi jam 10 itu mengenai sasaran. Mantap!
Mbah ripin berjalan menuju posisi jam 12. Lalu memungut dua ekor belibis lagi. Ternyata target pada posisi jam 12 benar-benar kena sasaran sebagaimana yang dikatakan mbah ripin. Saya memegang belibis yang masih berada ditangan mbah ripin itu, lalu mengelus bulunya dengan perasaan yang tak karuan. Gagap situasi, takut, lelah juga, hingga tak percaya bahwa tembakan saya ternyata mengenai sasaran dengan telak.
Matahari mulai tinggi. Pandangan semakin terang. Kini saya dapat memandang dengan jelas lingkungan disekitar saya. Termasuk memandang bahwa tubuh kami berdua saat ini basah dan dipenuhi lumpur dan lumut berwana hitam dan hijau. Kami berdua saling berpandangan lalu tertawa lepas.
Mbah ripin tertawa karena berhasil menenteng 4 ekor belibis, sementara saya tertawa karena teringat istilah telah PBB yang dikatakan pak eko. Pasukan berang berang! karena sekujur tubuh kami sekarang benar-benar seperti berang-berang.Penuh lumpur dan lumut berwarna hitam pekat! Hehe.
Bersambung...