Selasa, 06 Mei 2014

Derita Bujang Yadi

Bujang adalah panggilan pemuda bagi orang ketapang. Bang Yadi adalah peserta kegiatan hunting belibis bareng di areal tambak bang amir 3-4 mei yang lalu.

Sayangnya penenteng senapan FR besutan mbah bejo ini tertimpa aneka kesialan yang menjadi bahan ledekan rekan-rekan peserta hunting.

Saat berangkat bujang yadi sudah tertimpa masalah. Ia tak bisa berangkat bersama rombongan karena istrinya sakit. Walhasil ia harus berangkat malam hari menyusuri jalan berbatu, menyebrangi sungai menggunakan ferry serta menyusuri hutan nipah yang gelap pekat menggunakan perahu motor kecil selebar hanya 50 cm. Namun, karena kegigihannya akhirnya bujang yadi bersama daeng tab sampai juga di camp bang Amir. sekitar pukul 10 malam!

Sungguh hanya orang yang nekad saja berani menyusuri hutan nipah dimalam yang pekat itu.

Saat ia datang kami menyambutnya dengan gembira. Tapi wajahnya tak segembira wajah kami. Setelah rehat sejenak iapun bercerita bahwa ia bertemu dengan buaya di muara sungai saat menyusuri sungai itu menggunakan perahu motor. Dengan logat melayu yang kental ia bercerita bahwa ia melihat sepasang mata merah di permukaan air. Ia hanya bisa meringkuk diam dengan perasaan tak karuan.

Namun, sepasang mata milik buaya muara yang ganas itu hanya diam saja tak begerak. Begitu verita bujang yadi.

Setelah melewati buaya itu, ia bertemu lagi dengan cahaya yang lebih terang tepat didepan perahunya. Cahaya yang lebih terang pastilah milik buaya yang lebih besar lagi. Ia begitu ketakutan, namun hanya bisa diam membisu.

"Aku tak berani begerak ngeliat barang tu wak, lemah rase lutotku", katanya dengan logat melayunya yang khas.

"Maken dekat aku maken ketakutan. Tapi sial, rupenye cahaye tu bukan buaya, tapi lampu perahu motor punye orang. Sial jak!", sambungya sambil tertawa.

Kamipun yang semula serius mendengarkan ceritanya, akhirnya turut serta tertawa pecah.

Kesialannya tak hanya tak bisa berangkat bareng dan bertemu buaya. Pagi hari saat sesi pertama perburuan dilakukan iapun tertimpa sial lagi. Tak satupun belibis berhasil ia shoot.padahal sudah berjalan berkilo kilo jauhnya, menyusuri areal tambak yang sangat luas.
Lalu ia bercerita tentang kesialannya yang gagal shoot burung kambing. Burung kambing adalah burung bangau yang sangat besar dengan tinggi sekitar satu meter. Ia bercerita mendekati burung itu dengan gaya kamuflase ala filem-filem kartun. Ia memotong dua buah pelepah pohon nipah lalu mengikatkannya ketubuh bagian depannya. Dengan tubuh berdaun nipah itu ia berjalan pelan menuju burung itu. Sesekali ia berhenti untuk mengelabui sang burung persis gaya mickey di film kartun mickeymous yang ingin mendekati tikus. Setelah berjuang cukup lama, iapun bersiap untuk shoot. Namun sial, belum lagi moncong senapan terangkat, burung itu telah melesat pergi meninggalkannya seorang diri.

"Pu****knye jak, baru gak nak nembak dah lari barang tu!" Makinya.

Kamipun tertawa terbahak bahak membayangkan tubuhnya yang masih berselimut pelepah nipah seorang diri berdiri melongok ditengah tambak.

Ia melanjutkan cerita...

"Akhernye aku jumpe biawak, wak. Besaaaak. Hmm tadak agik akhirnye buak ngilangkan kesal kuberi budak tu bekali kali. Kesal aku karena tak bise nembak borong kambeng tu. Kenak kepalanye. Limak belas kali aku nembaknye. Mampus kau!", ceritanya. Kami mendengarkan dengan serius ceritanya itu.

"Biawak tu tekapar wak. Tros aku dekati. Baru gak nak kudatangek, ehhh die begerak agik, tros mandang aku sambel bedeses. Hmm tadak agiklah akupon bedebu lari, wak!" Lanjutnya.

Tawa kami pecah lagi. Kami.membayangkan gaya nya berlari dengan muka yang ketakutan.

Ia melanjutkan cerita,

"Akhirnye kuberi agik barang tu beberape kali. Sampai abes dah gas ku!" Katanya. Lalu bujang yadi berhenti sejenak.

Saya tak sabar mendengarkan ending ceritanya lalu bertanya, "jadi dapat dak biawaknye, bang?" Tanya saya tak sabaran.

"Tadak!" Katanya singkat dan tegas sambil memasang muka bengong.

Kamipun kembali tertawa terbahak bahak. Sial benar naseb bujang yadi.

Sialnya ternyata belum selesai. Saat pulang menuju camp, ia terhenti cukup lama. Ternyata di depannya ada ular sendok warna hitam melintang menghalangi jalannya. Ia tak berani lewat.

"Ngape tadak tak kau rembak jak?", tanya bang amir serius.

"Mane nak nembaknye, mandangye jak aku dah takot!", jawabnya singkat dengan wajah yang selembe.

Pecah lagi tertawa kami. Baru kali ini kami berjumpa seorang pemburu yang biasa keluar masuk hutan, tapi takut dengan seekor ular.

Selesaikah kesialannya? Belum!

Sekitar jam 2 setelah istirahat dan makan siang di kamp milik bang amir, kami turun berburu lagi. Berburu sesi kedua.

Pada perburuan sesi kedua bang amir berhasil melumpuhkan 2 ekor belibis, mbah ripin nambah 3 ekor, bang tab nambah satu ekor. Semua sudah pulang dan tidur-tiduran di kamp bang amir. Tinggalah bujang yadi yang belum kembali. Kami menunggunya dengan sedikit was-was. Menjelang pukul 3 sore dari arah utara bujang yadi muncul. Ia berjalan tertatih-tatih seperti membawa beban berat. Seluruh kawan yang sudah berada di kamp memperkirakan bujang yadi mendapatkan buruan. Kalau melihat berat langkah kakinya kemungkinan dipinggaangnya ada 2 - 3 ekor belibis. Saya menatapnya tak begerak. Ada sesuatu yang agak berat di pinggang kanannya sehingga ia berjalan tertatitatih. Setelah sampai di camp, kamipun menyambutnya. Saya yang dari tadi mengawasinya langsung memandang bagian pinggangnya. Sayangnya dugaan saya meleset. Memang betul ada sesuatu yang berat dipinggang bujang yadi. Tapi itu bukan hasil buruan. Akan tetapi tabung air radiator mobil yang dimodifnya menjadi tempat air minum yang sangat besar. Hahaaa, therlaluuu.

Kamipun bertanya setengah basa-basi saat ia merebahkan tubuhnya dilantai kayu kamp "cemane dapat wak?"

"Dapat ape, leteh jak badan ni. Sebutikpun tadak!", jawabnya singkat.

"Dimane kau nembak tu? Jauh benar nampaknye?" Tanya salah satu rekan kami.

"Jaoh wak!", jawabnya singkat sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan kelelahan.

Seorang rekan yang masih penasaran bertanya kembali ke bujang yadi yang masih tampak kelelahan, "jadi dimane awak, nembak sampai lama benar kembali ke posko tu?"

Bujang yadi menatap rekan yang bertanya itu dengan pandangan agak kesal.

"Jaoh wak...rase nak mampos aku. Sanak tua sebelah sanak ANJING agik!", jawabnya serius setengah kesal.

Rekan-rekan saya tertawa terbahak-bahak.

Saya masih belum nyambung kenapa mereka tertawa. Setelah meminta penjelasan ternyata ada lokasi tambak yang sangat jauh disebelah utara tambak bang amir. Tambak itu dijaga oleh pemiliknya ditemani oleh sekitar 5 ekor anjing galak. Anjing-anjing itu sering menggongong dan menakuti orang-orang asing. Termasuk juga menakuti seluruh rekan yang turut serta berburu pada hari itu. Pantas saja rekan-rekan saya tertawa terbahak-bahak karena ia menyebutkan lokasi tempatnya menembak dengan istilah yang aneh, 'sebelah sanak ANJING', kwkwk.

Nasib sial ternyata menjadi teman akrab bukang yadi disepanjang waktu perburuan. Hahaa ancore.

3 komentar:

  1. Dn selalu tertawa jika kisah tentang bujang yadi di bicarakan,luar biasa dendam kawan 1 ni dgn belibis dn mbeeekkk
    Tinggal menunggu waktu jak bujang jadi pasti mampu merobohkan belibis seperti teman teman yg lain''ayo bujang yadi buktikan kemampuanmu buktikan bahwa senjata yg kamu pegang bukan senjata biasa

    BalasHapus
  2. heheee...nantikan episode selanjutnya: dendam bujang yadi

    BalasHapus
  3. Apakah dendam dlm hati bisa menjawab??? Kita lihat sama apa yg akan terjadi dn apa yg akan dilakukan si bujang yadi berikutnya

    BalasHapus