Lama tak membuat postingan di blog ini. Karena aneka kesibukan kegiatan travelling dan menulis terhenti sekian laman. Alhamdulillah, kali ini ada cukup banyak waktu untuk membuat postingan lagi. Namun, kali ini saya akan lebih banyak memposting tulisan tentang aktivitas air riffle hunting. Sebuah hobby yang telah menggilai saya setahun terakhir ini.
Sebenarnya sejak SMP (sekitar tahun 1990-an) saya telah menyukai aktivitas berburu mengunakan senapan angin. Berbekalkan senapan Canon 727 milik ayah saya, saya seirng menenteng senapan berpopor klasik itu untuk menemani aktivitas jalan-jalan ke sawah bersama-teman-teman. Namun, seingat saya rasanya tak ada satupun binatang yang pernah saya lumpuhkan dengan senapan itu.
Kegiatan menenteng senapan waktu saya masih SMP sempat terhenti sangat lama, hingga puluhan tahun berikutnya. Ada yang membuat saya trauma dengan mainan mematikan itu. Yaitu saat terjadi kecelakaan yang mengakibatkan seorang rekan kecil saya tertembak secara tidak sengaja. Ceritanya saya bersama rekan-rekan bermain di areal persawahan di tepian Kota Cilacap. Saat beristirahat, saya iseng melepas tembakan yang disasarkan ke parit. Naasnya ternyata mimis melompat lalu menembus mata rekan saya, Herwindo yang berada di depan. Darahpun bercucuran dari sela-sala telapak tangan yang menutupi mukanya. Beruntung mimis pelet 4.5 mm hanya nyerempet pelipis kanannya saja. Namun musibah itu telah menghentikan kecintaan saya dengan senapan angin.
Baru sekitar tahun 2006 saya mencoba untuk PDKT dengan senapan lagi. Sebuah Sharp Innova saya beli dari sebuah toko olah raga di Jalan Diponegoro Pontianak. Di atas chamber senapan itu saya pasangkan telescope norconia. Senapan itu tampak begitu gagahnya. Dan tanpa babibu lagi saya tenteng senapan saya untuk berburu di Desa Tanjung Bunga, kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya. Sebuah lokasi yang banyak terdapat tekukur, tupai, serta punai.
Begitu banyaknya target dan tembakan, dan begitu banyak pula tembakan saya tak mengenai sasaran. Padahal jarak target tidak bisa dibilang jauh. Hanya 5 - 10 meter saja. Saya tak tahu apa masalahnya. Yang jelas saya merasa sangat membenci senapan saya. Aktivitas menembakpun terhenti lagi.
Setahun berikutnya saya coba PDKT lagi dengan senapan angin. Kali ini saya membeli senapan Gejluk yang katanya bisa menembah puluhan kali tanpa memompa. Senapan itu saya beli dengan harga sekitar Rp 900rb melalui sebuah website. Telescop norconia yang pada awalnya saya pasangkan di Sharp Innova saya pindahkan ke Senapan Gejluk buatan Blitar itu. Dan tanpa settingan saya bawa senapan yang berat itu untuk berburu tupai di perkebunan kelapa di daerah Wajok, Kabupaten Pontianak.
Saya kembali membenci senapan gejluk yang belum berumur sebulan itu. Menembak dengan senapan dengan paras yang cukup panjang itu tak pernah kena. Saya pun mengalami kesulitan saat memompa senapan di areal perkebunan yang tidak memiliki landasan keras. Senapan Gejluk itupun saya anggurkan begitu saja di gudang saya. Aktivitas menembakpun berhenti lagi.
Setahun berikutnya, muncul rindu dengan senapan lagi. Sayapun kembali PDKT dengan sebuah senapan yang lebih maju teknologinya. Senapan PCP! Rasanya keren sekali. Karena senapan ini tak perlu memompa dan bisa menembakan peluru puluhan kali. Keren! Pikir saya saat itu.
Sayapun memesan senapan ini dengan keluarga saya di Bandung. Mas Boyke namanya. Ia ada penghobby berburu dengan senapan api yang juga anggota Kota Bandung. Setelah berdiskusi via HP saya memesan sebuah PCP buatan lokal dengan tabung stainles OD 32 dan panjang laras 55. Harga satu paket dengan teleskop Bushnel kalau ga salah sekitar 2,5 juta. Sudah termasuk dengan ongkos kirim. Sebuah peredam cap gajah nagkring di depan laras. Senapan itu jauh lebih gagah dibandingkan dengan senapan-senapan saya sebelumnya.
senapan Mouserku, buatan Bandung |
Namun kegagalan kembali terulang. Walaupun ada beberapa binatang buruan yang pernah saya lumpuhkan, namun jauh lebih banyak melesetnya. Sudah lebih dari 3 merek peluru yang saya coba, dari baracuda match, superdome, superfielad, supermag, sampai superman!
Saya mulai penasaran, saya kembali menghentikan hobby menembak dan mulai mempelajari lebih intens tentang senapan angin. Ternyata begitu banyak hal yang tidak saya ketahui dari sebilah senapan. Karuan saja, jika selama ini berburu tak pernah memberikan hasil yang memuaskan.
Saya baru tahu bahwa sebuah teleskop harus disetting terlebih dahulu sebelum dibawa turun untuk berburu. Itupun mounting untuk teleskop harus benar-benar terpasang dengan kuat di chamber sanapan. Goyang sedikit saja, jangan harap target yang telah dikunci tepat di tengah cross hair bisa menyentuh sasaran.
Saya juga baru tahu bahwa peredam yang dipasang sembarangan dapat menggangu mimis yang dimuntahkan dari ruang ledak menuju pucuk laras. Power senapan juga punya pengaruh yang besar. Tidak mesti sebuah senapan yang bunyinya keras memiliki jangkauan tembak yang jauh.
Pengatahuan saya bertambah seiring dengan semakin intensnya saya membuka website dengan kata kunci senapan angin. Termasuk pula pengetahuan tentang betapa pentingnya sebuah laras untuk mengantarkan mimis kepada sasaran tembak. Sedikit saja laras cacat, mimis akan lari tak karuan.
Pantas saja saya tak pernah mampu menjatuhkan satupun binatang buruan. Begitu tahu faktor-faktor tersebut, sayapun berniat untuk membeli sebuah senapan baru. Biar mahal yang penting bisa diajak kerjasama, pikir saya saat itu.
Singkat cerita, sengan modal nekat karena uang yang pas-pasan (hehehe) sayapun memesan sebuah senapan PCP dari Bang Baim yang membuka toko senapan angin di Jalan Nurali, Pontianak (saat ini sudah tutup).
Sebelum membeli saya kuras dulu pengetahuannya tentang senapan angin. Dan ketika saya anggap cukup sayapun memesan senapan PCP yang sesuai dengan keinginanan saya. Saya tidak mau kecewa dan gagal lagi.
Sebelum membeli sayapun menyimpulkan beberapa persyaratan tentang senapan angin yang akan saya beli. Tentu saja dengan keterbatasan pengetahuan saya. Bahwa senapan itu tidak boleh terlalu berat. tabung gas harus terbuat dari bahan yang berkualitas. Ukuran laras tidak usah terlalu besar dan tidak usah pula terlalu kecil agar tidak terlalu berat. Panjangnya juga standar saja, karena sasaran tembak yang hanya berkisar antara 20 - 50 meter. Untuk memantapkan posisi pada saat shoot, pegangan senapan harus enak dipegang. Saya ingin popor senapan model thumbhole karena akan lebih kokoh jika di todongkan. Teleskop juga tidak mau saya beli secara sembarangan. Teleskop itu harus bisa diuji. Tidak boleh dibeli hanya menimbang wujud fisiknya saja.
Singkat cerita saya tuliskan spec pesanan senapan saya pada secarik kertas timah bekas bungkus dalam rokok Sampoerna Mild: Senapan PCP tabung dural OD 32, laras baja OD 16 dengan panjang laras 55, popor thumbhole warna coklat coca cola, model PCP Airarms dilengkapi magazine 10 peluru. Saya serahkan kertas itu kepada Bang Baim. Bang Baim mengambil kalkulator. Dan tak beberapa lama keluar angkanya. "Total harga 5 juta!", katanya sambil membuat garis di atas kertas timah itu.
Sesak juga nafas saat mendengar angka itu. Karena saya harus merogoh kantong yang begitu dalam. Tapi yang namanya hobby apa saja harus dilakukan. hehee. Deal, saya memberikan downpatment sebesar Rp 2,5 juta.
Setelah 2 minggu menunggu, senapan itu tiba. Senapan itu begitu gagahnya. Tak sabar saya ingin memeluk dan menggendongnya. Tapi senapan itu belum siap pakai. Belum ada teleskop, belum ada peredam, serta harus diuji power dan akurasinya terlebih dahulu. Saya harus bersabar lagi. Yang penting senapan saya benar-benar oke, bersabar sedikit ga papalah, pikir saya saat itu.
Oke tiba waktunya memilih aksesoris. Untuk teleskop saya pasangkan Leapers UTG made in China 1-4X28 seharga Rp 800.000, dengan tube yang besar dan pandangan yang jernih serta crosshair berbentuk mildoit teleskop itu saya pikir cukup memadai. Mounting saya pasangkan marcool double baut seharga Rp 150.000, mounting ini telah teruji kualitasnya dan banyak dipakai oleh para penembak senior di Pontianak.. Peredam saya pasangkan marcool seharga Rp 150.000. Untuk cantelan tali sandang saya pasangkan unclemike seharga Rp 150.000. Untuk mimis saya mengikuti saran Bang Baim menggunakan peluru Superfield seharga Rp 110 ribu per kaleng. Sarung senapan saya beli via online dengan model ransel serta terdapat tali pengikat di dalamnnya sehingga senapan dan teleskop tidak goyang saat dibawa. harganya kalau tidak salah Rp190 ribu.Sedangkan tali sandang saya beli via internet, saya tak mau menggunakan tali sandang model jerat karena khawatir akan mengganggu stabilitas laras. Total: Rp 1.550.000.
Nafas saya kembali sesak. Tapi ada hasutan untuk tidak peduli. Pasti ada jalan keluar.
Saya coba menawarkan senapan Mouser saya kepada Bang Baim. Setelah berdiskusi, Bang Baim setuju untuk membantu saya menjualkan senapan tersebut. Tak lama kemudian senapan saya ditawar dengan harga murah Rp 1,5 juta lengkap dengan telescop BSA Sweet Kulit jeruk yang saya beli di toko Frends seharga Rp 600rb.
PCP Airarm ku, buatan Chonta, Bandung dibeli dari Toko Stabil milik Bang Baim |
Jadilah saya pulang menenteng senapan baru. sebuah senapan yang gagah. Saya letakan senapan itu dengan pelan di jok mobil untuk saya bawa pulang. Sampai dirumah saya timang dia, saya elus-elus, saya photo, saya berinama dan saya posting di Facebook dengan status: Senapan Baruku: Kyai Nagabayu!
Dah banyak korban gak tuh si pcp.. :)
BalasHapuslumayan pak isbar, hihiii
Hapus